Dollar AS Tembus 16.000, Ini Bedanya dengan Krisis 1998


Jakarta - Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) telah menembus level Rp 16.000. Bahkan, sejumlah bank telah menjual dolar AS dengan harga Rp 16.500.

Dolar AS menembus Rp 16.000 ini pun mengingatkan pada krisis tahun 1998. Lalu, apakah kondisi sekarang sama dengan krisis?

Ekonom Bank Permata Josua Pardede menjelaskan, pada tahun 1998 dolar berada di kisaran Rp 2.000. Kemudian, dolar melesat sampai Rp 16.000 atau naik berkali lipat.

Berbeda dengan kondisi saat ini, dolar tembus Rp 16.000 dari semula di kisaran RP 13.000 hingga Rp 14.000.

"Kalau kita lihat saat ini rupiah 13.000-14.000, saat ini misalkan melemah 16.000, pelemahannya tidak sebesar di krisis 1998," katanya kepada detikcom, Jumat (20/3/2020).

Secara fundamental pun kondisinya jauh berbeda. Josua menjelaskan, saat krisis 1998 surat utang pemerintah belum mendapat predikat layak investasi (invesment grade).

"Kita sekalipun tahun lalu ekonomi melambat tapi R&I; diumumkan oleh BI menaikkan lagi peringkat surat kita," ujarnya.

Kemudian, pada saat krisis tidak pengelolaan utang luar negeri. Utang jangka pendek swasta porsinya relatif besar dan berbentuk dolar. Sehingga, saat dolar meroket, pengusaha banyak yang kolaps.

"Kalau saat ini utang luar negeri swasta cenderung bahkan melambat dan komposisi utang jangka pendek lebih kecil, pengelolaan utang pun jauh lebih baik," terangnya.

Memang, ekonomi Indonesia cenderung melambat karena virus corona. Namun, Josua menuturkan, hal itu juga dialami oleh negara-negara lain.

Josua mengatakan, pemerintah telah mengambil kebijakan antisipasi sehingga diharapkan ekonomi Indonesia cepat pulih.

"Kita akui perlambatan ekonomi ada karena tidak ada negara yang menguat sendiri di tengah semua melambat akibat Covid-19 karena semua mata rantai global terganggu. Perlambatan ada dan respon pemerintah juga ada, paket stimulus pertama dan kedua totalnya Rp 180 triliun," terangnya.


Sumber: Detik.com