Hantavirus yang Trending Saat Pandemi Covid Dipastikan Bukan Virus Baru


Jakarta - Saat dunia sedang berusaha mengakhiri pandemi virus corona baru atau COVID-19, sebuah laporan dari Global Times menyebut seorang pria dari Provinsi Yunnan di China meninggal karena Hantavirus saat perjalanan di ke Provinsi Shandong.

Meski seluruh dunia sedang dalam siaga tinggi karena ketidakpastian informasi mengenai virus corona, ahli menyebut belum ada indikasi bahwa hantavirus merupakan ancaman kesehatan global. Situs Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menyebut hantavirus yang menyebabkan sindrom paru hantavirus (HPS) dan demam berdarah dengan sindrom ginjal (HFRS), telah ada sejak beberapa tahun lalu.

Pada Mei 1993, wabah penyakit paru yang tidak dapat dijelaskan terjadi di Amerika Serikat di wilayah Arizona, New Mexico, Colorado, dan Utah yang dikenal sebagai "The Four Corners". Saat itu seorang lelaki muda sehat menderita sesak dan dilarikan ke rumah sakit Mexico namun meninggal dengan sangat cepat.

Selang beberapa minggu, kasus-kasus tambahan penyakit dilaporkan di daerah Four Corners. Campuran khusus gejala dan temuan klinis mengarahkan para peneliti menjauh dari kemungkinan penyebabnya, seperti paparan herbisida atau jenis baru influenza, dan terhadap beberapa jenis virus.

Ahli virologi di CDC menggunakan beberapa tes, termasuk metode baru untuk menentukan gen virus pada tingkat molekuler, dan mampu menghubungkan sindrom paru dengan virus, khususnya jenis hantavirus yang sebelumnya tidak diketahui.

Hantavirus diketahui menyebar dari tikus ke manusia jika seseorang bersentuhan langsung dengan urin, tinja, dan air liur tikus.

Kasus awal HPS sebelumnya juga dikonfirmasi pada seorang pria Utah berusia 38 tahun pada 1959. Kelelahan, demam, nyeri otot, sakit kepala, pusing, menggigil dan sakit perut adalah gejala awal HPS. Gejala selanjutnya termasuk batuk dan sesak napas. CDC mengatakan bahwa virus itu bisa berakibat fatal karena memiliki tingkat kematian 38 persen.


Sumber: Detik.com