Jakarta - Allah SWT berfirman (yang artinya): Pada sebagian
malam, bertahajudlah engkau (Muhammad) sebagai ibadah tambahan bagimu.
Mudah-mudahan Tuhanmu mengangat derajatmu pada kedudukan yang tepuji (QS
al-Isra' [17]: 79).
Ayat di atas adalah perintah Allah SWT kepada Baginda Nabi
saw. untuk menunaikan shalat malam. Shalat malam adalah ibadah yang utama.
Karena itu shalat malam diperintahkan pula oleh Baginda Nabi saw. kepada
umatnya.
Selama Ramadhan, di antara amal ibadah yang paling menonjol
adalah shalat malam. Tak hanya shalat tarawih. Tetapi juga shalat tahajud dan
shalat-shalat lainnya.
Banyak orang menunaikan shalat malam hanya selama Ramadhan.
Tidak demikian dengan generasi salafush-shalih. Salat malam telah menjadi
tradisi mereka. Setiap malam. Sepanjang tahun. Tak hanya saat Ramadhan.
Singkatnya, "dunia malam" mereka identik dengan shalat malam. Inilah
yang juga digambarkan oleh Baginda Nabi saw. dalam sabdanya, "Hendaklah
kalian biasa melaksanakan shalat malam. Shalat malam itu adalah kebiasaan
orang-orang salih sebelum kalian. Sungguh shalat malam bisa mendekatkan diri
kepada Allah, mencegah diri dari perbuatan dosa, menghapus keburukan dan bisa
mengusir penyakit dari jasad." (HR at-Tirmidzi).
Karena itulah, saat Abu Hurairah ra. sering kesulitan
menunaikan shalat malam karena kesibukannya dalam menghapalkan hadis, beliau
memerintahkan Abu Hurairah untuk menggantinya dengan menunaikan shalat dhuha
sebanyak 12 rakaat pada pagi harinya (HR Muslim).
Begitu besar keutamaan shalat malam (shalat tahajud). Ini
amat disadari oleh generasi salafush-shalih. Karena itu banyak di antara mereka
yang amat berduka saat ketinggalan menunaikan shalat malam.
Seorang ulama 'salafush-shalih' bernama `Atha` al-Khurasani
berkata, "Sungguh orang yang biasa bangun malam akan mendapat kegembiraan
dalam hatinya saat bisa menunaikan shalat tahajud. Saat matanya mengantuk
hingga tertidur dan tak bisa menunaikan tahajud, ketika (bangun) subuh, ia akan
merasa sedih, merasa patah hati (merasa kalut). Seakan-akan ia telah kehilangan
sesuatu yang sangat berharga dalam hidupnya." (Al-Mawarzi, Mukhtashar
Qiyam al-Lail, hlm. 54).
Masya Allah! Mereka sangat bersedih dan merasa patah hati
hanya kehilangan kesempatan menunaikan ibadah sunnah. Apalagi dalam perkara
ibadah wajib?
Ibnu Abid Dunya dalam kitab, At-Tahajjud wa Qiyam al-Lail,
juga mengemukakan fenomena yang sama. Diriwayatkan ada ulama salaf bernama
Syuraih bin Hani. Ia pernah berkata, "Orang-orang (salaf) lebih mudah
kehilangan (kesempatan tidur) daripada kehilangan kesempatan (untuk menunaikan
shalat malam)."
Sebagai contoh, menjelang wafatnya Abu asy-Sya'tsa menangis.
Lalu ada yang bertanya kepada, "Apa yang membuat Anda menangis?"
Ulama salaf itu menjawab, "Aku (merasa) belum puas menunaikan shalat
malam." (Ali bin Naif asy-Syuhud, Mawsu'ah al-Buhuts, hlm. 3).
Orang-orang semacam ini adalah Mukmin sejati yang
digambarkan oleh al-Quran (yang artinya): Lambung mereka jauh dari tempat
tidurnya. Mereka selalu berdoa kepada Tuhannya dengan penuh rasa takut dan
harap. Mereka pun biasa menafkahkan rezeki yang telah Kami berikan kepada
mereka (QS as-Sajdah [32]: 16).
Namun faktanya, banyak Muslim yang kesulitan untuk
menunaikan shalat malam. Mengapa? Imam Hasan al-Basri memberikan jawaban,
"Sungguh seseorang itu ketika banyak berbuat dosa akan susah melakukan
shalat malam." (Ahmad bin Marwan, Al-Mujalasah wa Jawahir al-'Ilmi, 2/262).
Semoga kita tak termasuk di dalamnya.
Ustaz Fatih Karim
Founder Cinta Quran Foundation, Co-Founder QuranBest, IG :
@fatihkarim
Sumber: Detik.com