Jakarta - Krisis yang terjadi saat pandemi COVID-19 ini
disebut berbeda dengan yang terjadi pada 1998 lalu. Hal ini karena penyebab dan
indikator penyebab krisis berbeda.
Selain itu, puncak krisis juga berbeda. Jika krisis 1998
dulu puncaknya terjadi dalam waktu 1 bulan dan bisa selesai dalam waktu cepat.
Kini, krisis akibat Corona masih belum bisa ditentukan kapan berakhir.
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja
Setiaatmadja mengungkapkan krisis yang terjadi akibat penyebaran COVID-19 ini
berbeda dengan krisis keuangan yang terjadi beberapa tahun lalu.
"Begini, kalau krisis keuangan biasanya dalam beberapa
minggu atau bulan puncaknya sudah bisa dilewati. Seperti tahun 1998, kejadian
di Mei lalu Juni dan Juli sudah beres. Kalau ini (krisis Corona di Indonesia)
terjadi akhir Februari, Maret, April dan belum bisa dilihat titik
terangnya," kata Jahja saat berbincang dengan detikcom.
Dia menyampaikan, perbedaan kerusakan akibat krisis saat ini
lebih kecil dibandingkan krisis 1998.
"Kalau 98 itu parah banget, ada
pembakaran segala. Dana-dana hilangnya cepat sekali. Bisa dilihat kan sekarang
dana pihak ketiga (DPK) masyarakat masih ada, bahkan masih nambah," imbuh
dia.
Menurut dia, memang kondisi ini akan memberatkan sisi kredit
perbankan. Karena banyak perusahaan atau nasabah yang kesulitan sehingga harus
melakukan restrukturisasi. Namun lagi-lagi belum ada kepastian kapan kondisi
ini akan selesai.
Namun menurut Jahja kondisi krisis akibat virus ini memang
tidak bisa diprediksi dan dianalisa sebelumnya. Kemudian mitigasi risikonya
juga tak bisa disusun dengan detil. Dia mengungkapkan harus ada cara yang
dibuat agar bisnis menemukan sisi normal yang baru agar tetap bergerak.
"Ke depan juga belum tahu akan seperti apa, mau
analisanya bagaimana tidak ada yang bisa menebak apa yang akan terjadi 10 tahun
lagi. Memang harus optimis juga menjalani bisnis," jelas dia.
Dia mencontohkan untuk meminimalisir risiko portofolio harus
dibagi-bagi dan tidak ada dalam satu keranjang. Sehingga harus benar-benar
cermat memperhitungkan segala risiko yang tidak bisa ditebak.
"Harus tetap semangat menjalankan bisnis, kalau takut
nanti akan ada pandemi lagi atau kejadian apalagi, siapa yang mau jalan dan
bergerak? Namanya bisnis harus siap berhasil dan siap tumbang karena
ketidakpastian. Jadi memang tidak bisa dilihat dia hebat sebelumnya dan dia
tiba-tiba jatuh. Ini mengingatkan kita agar potofolio dibagi-bagi dan tidak
bertumpu pada satu tempat, bisnis mengajarkan itu," jelas dia.
Sumber: Detik.com