Kisah WNI di Malaysia Butuh Waktu Berhari-hari Untuk Tiba di Tanah Air


Jakarta - Warga negara Indonesia di luar negeri, terutama tenaga kerja, berbondong-bondong kembali ke tanah air di tengah perlambatan ekonomi akibat pagebluk Covid-19. Presiden Joko Widodo meminta aparat pemerintah menerapkan protokol kesehatan secara ketat kepada semua pekerja migran yang pulang dari luar negeri.

Jokowi pertama kali menyampaikan instruksi mengenai pengawasan WNI, khususnya pekerja migran dari Malaysia yang kembali ke Indonesia, pada pengantar rapat terbatas di Istana Bogor, Selasa (31/03). Ia mengulangnya saat konferensi pers usai mengecek kesiapan rumah sakit darurat di Pulau Galang, Kepulauan Riau, Rabu (01/04).

"Setiap hari ada mobilitas tenaga kerja Indonesia dari Malaysia pulang mudik (ke Indonesia). Ini harus dikontrol, diawasi, dicek, sehingga betul-betul semua pada keadaan bersih dan tidak membawa corona masuk ke desa," kata Jokowi.

Ia memprediksi akan ada jutaan pekerja migran dari Malaysia yang kembali ke Indonesia, atau sekitar 3 ribu pekerja migran setiap harinya.

Jumlah itu belum termasuk dengan Warga Negara Indonesia (WNI) yang berasal dari negara lain.

Presiden menekankan empat hal yaitu pertama menjalankan protokol kesehatan dengan ketat di pintu-pintu masuk wilayah Indonesia, baik jalur udara, laut dan darat.

Kedua, WNI yang tidak memiliki gejala Covid-19 diizinkan pulang ke daerah asal dengan status orang dalam pemantauan (ODP) dan harus menjalankan protokol isolasi mandiri dengan disiplin ketat.

Ketiga, WNI yang memiliki gejala Covid-19 harus diisolasi di rumah sakit yang disiapkan, seperti rumah sakit darurat di Pulau Galang, Batam, Kepulauan Riau.

Keempat, pemerintah menyiapkan bantuan sosial untuk mereka.

Bagaimana protokol kesehatan bagi WNI dari luar negeri?

Menurut Menteri Luar Negeri Retno Marsudi terdapat beberapa protokol yang harus dilalui WNI seperti pekerja migran saat tiba di Indonesia.

Pertama, pemeriksaan kesehatan tambahan di pintu ketibaan.

Kedua, WNI wajib mengisi health alert card atau kartu kesehatan yang disiapkan oleh Kementerian Kesehatan.

Bagi yang menunjukkan gejala Covid-19 akan dikarantina, bagi yang tidak menunjukkan gejala maka sangat dianjurkan bahwa mereka tetap melakukan karantina mandiri selama 14 hari.

Ketiga, Para WNI diminta menggunakan aplikasi #PeduliLindungi yang dapat digunakan untuk memantau pergerakan-pergerakan.

Terakhir adalah memperkuat dan memberdayakan pintu-pintu masuk agar pengecekan kesehatan dan protokol kesehatan bisa dijalankan maksimal.

'Butuh berhari-hari untuk pulang'

Di balik perintah Jokowi tersebut tersimpan cerita pengalaman pekerja migran yang pulang ke Indonesia dan melalui sistem protokol kesehatan di pintu masuk Indonesia.

Ada juga cerita pekerja migran yang terpaksa bertahan karena bekerja secara ilegal di tengah sulitnya mendapatkan makanan dan kekurangan uang simpanan di Malaysia.

Kepada BBC News Indonesia, Bunga (nama samaran) mengaku membutuhkan waktu berhari-hari untuk dapat tiba di Jawa Timur.

Bunga bersama suaminya merasa ketakutan dengan kondisi di Malaysia saat ini sehingga ia dan suami memutuskan pulang ke Indonesia.

Malaysia telah melaporkan lebih dari 2,900 kasus positif Covid-19 per Rabu (1/4), 45 di antaranya meninggal.

Pada Minggu pagi, (29/03) Bunga dan suami menggunakan bus dari Kuala Lumpur menuju Johor Bahru lalu. Di terminal bus, mereka melalui pengecekan suhu tubuh dan hasilnya aman.

Setiba di terminal Larkin, Johor Bahru, mereka kembali menggunakan bus menuju ke Pelabuhan Ferry Stulang.

Sepanjang perjalanan, terdapat tiga pos keamanan polisi yang menghentikan bus yang ditumpangi. Polisi menanyakan tujuan dan melihat kelengkapan dokumen.

"Saya bilang jujur mau pulang kampung, dan diberi jalan," katanya.

Sesampainya di Pelabuhan Stulang, ternyata tiket kapal ferry ludes terjual karena membludaknya WNI yang berniat menyeberang ke Batam, Indonesia.

Ia pun memutuskan menginap semalam di rumah temannya. Keesokan harinya, mereka kembali ke Stulang dan kondisinya tetap sama.

'Hanya dicek suhu tubuh'
Mereka pun memutuskan membeli tiket ferry dari calo dengan harga dua kali lipat. WNI lainnya bisa membeli dengan harga hingga lima kali lipat.

Setelah mendapat tiket, mereka melihat keributan di antara WNI yang mengantre dari malam hingga pagi hari.

"Antrean desak-desakan, dan didorong dari belakang dan petugas marah-marah. Sudah tidak ada itu namanya jaga jarak. Akhirnya loket tiket pun ditutup.

"Mereka pulang itu bukan karena corona tapi takut karena sudah tidak ada pemasukan sedangkan pengeluaran otomatis terus. Dan lockdown diperpanjang terus, bagaimana mau bertahan?" kata Bunga.

Kemudian sekitar pukul tiga sore, Bunga dan suami naik ferry menuju Batam. Setibanya di Batam, mereka hanya menjalani cek suhu tubuh. "Ada tempat steril (bilik disinfektan) tapi tidak disemprot, biasa saja hanya cek suhu," katanya.

Ia mencari tiket pesawat dari Batam ke Surabaya, namun kehabisan sehingga mereka terpaksa menginap di hotel semalam sebelum esoknya berangkat.

"Saya ke Bandara Hang Nadim Batam, biasa saja tidak begitu ketat, cuma dicek suhu tubuh. Baru di Surabaya saya di semprot di tempat steril. Kita masuk kamar kayak shower, berhenti lalu putar-putar, semua basah."

"Kemudian, kami langsung menyewa mobil menuju kampung halaman yang membutuhkan waktu tempuh hingga lima jam."

"Sampai rumah saya isolasi 14 hari, tidak keluar rumah, kalau ketemu tetangga jarak lima meter. Sama anak begitu jauh, pokoknya tidak pegangan. Asal bisa memandang saja," katanya.

Ia pasrah jika ternyata tidak kembali ke Malaysia. "Kalau tidak bisa kembali lagi ke Kuala Lumpur saya buka usaha saja di sini, sebab saya ada keahlian menjahit, tapi modal belum cukup," ujarnya.

Bunga adalah salah satu contoh pekerja migran yang bisa pulang ke Indonesia. Masih banyak pekerja migran Indonesia yang ingin kembali namun tidak bisa. Seperti yang dialami Yuliati, pekerja pabrik di Malaysia.

"Sampai sekarang paspor blacklist, proses urus terkatung-katung padahal uang sudah masuk, sudah satu tahun. Mau pulang pun macam mana kita pun tidak tahu," katanya.

Ia sudah tidak bekerja hampir tiga bulan dan uang simpanan sudah habis dan hanya berharap bantuan dari masyarakat.

Yuli telah mendapatkan tiga kali sumbangan baik berupa beras, minyak goreng, telur dan gula. "Tidak boleh keluar rumah, tidak boleh kerja. Masa hidup dari sumbangan terus, ingin sekali saya pulang," keluhnya.

Nasib yang sama juga dialami oleh Dewi dan Karsinem yang terpaksa bertahan di Malaysia karena tidak ada uang, kelengkapan dokumen.

"Iya mau pulang tapi belum ada uang. Katanya dari kedutaan juga akan bagi sembako tapi sampai sekarang belum sampai sini bantuannya," kata Dewi.

'Protokol kesehatan masih lemah'
Juru Bicara Koalisi Lawan Corona, Nukila Evanty, mengatakan pengalaman Bunga menunjukkan pelaksanaan protokol kesehatan yang kurang maksimal, terutama pada pintu masuk ke Indonesia.

Menurutnya, pemerintah hanya mengandalkan pengecekan suhu tubuh.

"Ini kita lagi darurat kesehatan sehingga dibutuhkan langkah yang juga tegas di pintu-pintu masuk, jadi tidak hanya cek suhu tubuh, apalagi dengan menganjurkan karantina diri yang tidak bisa diawasi karena yang terpapar virus corona bisa terlihat sehat, tidak demam," katanya.

Ia meminta pemerintah mengambil langkah luar biasa dengan menyediakan tempat-tempat di wilayah kedatangan bagi mereka untuk tinggal setidaknya 7-14 hari sebelum diizinkan pulang ke kampung halaman masing-masing.

"Orang yang sehat yang masuk Indonesia juga harus dikarantina, sama seperti yang di Natuna dan Pulau Sebaru, di UU sudah diatur harus ada karantina, di rumah sakit kah, klinik kah, area tempat 14 hari mereka menunggu masa inkubasi. Jangan karena itu, banyak penduduk Indonesia khususnya yang di desa-desa jadi terpapar," katanya.

Besarnya WNI yang pulang ke Indonesia disebabkan oleh kebijakan Malaysia dan Singapura yang memberlakukan pembatasan gerak dan larangan untuk bekerja.

Sekitar 26.000 WNI dari Malaysia dan Singapura pulang ke Indonesia sepanjang 18 Maret hingga 27 Maret 2020.

Secara total, menurut data Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, sampai 30 Maret ada sekitar 33.000 pekerja migran pulang ke Indonesia.

Sebagian besar pulang karena kebijakan penutupan wilaya


Sumber: Detik.com