Laba Anjlok 46%, Shell Pangkas Dividen



Jakarta - Perusahaan minyak dan gas asal Belanda, Royal Dutch Shell mengalami penurunan laba bersih sebesar 46% pada kuartal I akibat anjloknya harga minyak di tengah pandemi virus Corona. Penurunan ini membuat perusahaan mengurangi dividennya.

Laba bersih pada kuartal I-2020 sebesar US$ 2,9 miliar setara Rp 43 triliun (kurs Rp 15.000/ dolar US), turun dibandingkan tahun 2019 dengan laba US$ 5,3 miliar (Rp 79 triliun).
Pihak Shell memutuskan untuk mengurangi dividen kuartal I menjadi US$ 0,16 per saham, turun dari US$ 0,47 pada akhir 2019. Persentase pengurangan sebanyak 66%.

"Kepentingan pemegang saham sangatlah penting bagi kami. Namun mengingat virus Corona menyebabkan ketidakpastian di sektor migas, harga komoditas turun, volatilitas tinggi, prospek permintaan pun tidak pasti, sehingga turut mempengaruhi jatah para pemegang saham," kata Chad Holliday, Komisaris Royal Dutch Shell. Dikutip dari CNBC, Kamis (30/4/2020).

Saham Shell telah jatuh lebih dari 34% sejak awal tahun.

Pekan lalu, Equinor Norwegia menjadi perusahaan minyak pertama yang memotong dividennya tahun ini. Hal tersebut menimbulkan kekhawatiran bahwa raksasa migas lainnya akan menyusul.

British Petroleum (BP) melaporkan laba bersih kuartal pertama turun 67% dibandingkan periode tahun lalu. Penurunan ini akibat dari krisis virus Corona yang menyebabkan harga minyak anjlok.

Investor sekarang akan mengawasi perusahaan migas AS Chevron dan Exxon Mobil, yang keduanya akan merilis hasil Jumat (1/5/2020).

Jatuhnya laba bersih para perusahaan migas sebagai dampak dari harga minyak yang anjlok ke angka minus pekan lalu. Puncaknya, ketika harga minyak patokan Amerika Serikat (AS) West Texas Intermediate (WTI) berada dalam nilai negatif US$ -37,6 per barel. Hingga menjadikan harga minus terparah dalam sejarah perdagangan minyak dunia.


Sumber: Detik.com