Perjalanan IHSG Sejak RI Positif Virus Covid-19



Jakarta – Sejak pertama kali kasus penderita COVID-19 ditemukan di Indonesia, pasar modal Indonesia porak-poranda. Para regulator sudah berupaya keras dengan mengeluarkan berbagai kebijakan, tapi tetap saja tak mampu menahan keruntuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan kasus positif pertama COVID-19 pada 2 Maret 2020 yang terdiri dari 2 orang. Mereka adalah ibu dan anak yang terpapar dari turis Jepang asal Malaysia yang hadir ke pesta dansa.

Pada hari itu IHSG ditutup 91 poin (1,67%) ke level 5.361. Saat itu tren IHSG memang sedang bearish. Namun memang berita masuknya virus Corona ke Indonesia langsung menjangkiti pasar modal.

IHSG sebelumnya dalam tren penurunan yang juga dipengaruhi sentimen negatif dari virus Corona yang menyebar begitu cepat di China. Sebagai negara dengan ekonomi yang cukup besar, China tentunya memberikan pengaruh signifikan atas ekonomi dunia.

Seiring berjalannya waktu, jumlah penderita COVID-19 di Indonesia semakin bertambah. Pengaruhnya terhadap pasar modal semakin besar. IHSG terus merosot dengan penurunan yang cukup parah.

Pada perdagangan 9 Maret 2020 misalnya, IHSG ditutup turun hingga 6,5% ke level 5.136. Kejadian yang sangat langka IHSG bisa turun begitu dalam. Kecuali memang dalam keadaan serius seperti krisis ekonomi.

Keadaan itu membuat regulator dan pengawas pasar modal mengambil tindakan. Pada 10 Maret 2020 Bursa Efek Indonesia (BEI) mengumumkan diterapkannya kebijakan penghentian perdagangan atau trading halt.

Kebijakan itu diambil BEI dengan menindaklanjuti Surat Perintah Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A Otoritas Jasa Keuangan tanggal 10 Maret 2020 perihal Perintah Melakukan Trading Halt Perdagangan di Bursa Efek Indonesia Dalam Kondisi Pasar Modal Mengalami Tekanan.

Atas keputusan itu, jika terjadi penurunan yang sangat tajam atas dalam 1 hari bursa yang sama, maka diterapkan trading halt 30 menit jika mengalami pelemahan 5% dan dilakukan lagi 30 menit jika mengalami penurunan 10%. Selain itu juga diterapkan trading suspend bila IHSG turun hingga 15%.

Benar saja, pada perdagangan 12 Maret 2020, IHSG sempat mengalami penurunan lebih dari 5%, yang artinya dilakukan trading halt selama 30 menit. Saat itu IHSG terkoreksi 258 poin atau 5,01% ke level 4.895 pada pukul 15.33 WI.

Sejak diberlakukan kebijakan itu, setidaknya sudah 6 kali perdagangan saham dikenakan trading halt, lantaran sudah terjun hingga 5% lebih. Kejadiannya pada 12 Maret 2020, 13 Maret 2020, 17 Maret 2020, 19 Maret 2020, 22 Maret 2020 dan 30 Maret 2020.

Selain trading halt, BEI dan OJK juga menerapkan berbagai kebijakan untuk menahan kepanikan pasar. Seperti mengubah aturan batas bawah auto rejection saham dari 10% menjadi 7%.

Itu artinya sebuah saham yang sudah turun 7% dalam sehari tak bisa diperdagangkan lagi. Kebijakan ini untuk menahan gelombang aksi jual saham yang didorong oleh kepanikan pasar.

Selain itu ada juga kebijakan relaksasi buyback atau membeli kembali saham oleh perusahaan atau emitennya sendiri. Mereka boleh melakukan buyback tanpa harus melakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) terlebih dahulu. Tujuannya agar emiten bisa menyelamatkan sahamnya sendiri di pasar modal.

Tapi itu semua seakan belum ampuh untuk menyembuhkan pasar modal dari pengaruh COVID-19. Pada 24 Maret 2020 IHSG sudah menyentuh level 3.937. Padahal di awal tahun IHSG berada di level 6.300-an. Turun begitu jauh. Bayangkan, berapa banyak saham yang tumbang.

Meski begitu, keesokan harinya, IHSG berbalik arah. Pada 26 Maret 2020, IHSG naik begitu tinggi dengan menguat 10,1% ke level 4.338.

Kondisi pasar modal kini mulai membaik. Meskipun belum sepenuhnya pulih seperti sedia kala. Namun data perdagangan terakhir IHSG sudah berada di level 4.649.***




Sumber: Detik.com