4 Panduan Menjaga Lisan Menurut Islam di Media Sosial Selama Pandemi Covid-19



Riau update - Media sosial merupakan sebuah kemudahan dalam kehidupan di zaman sekarang. Dengan adanya media sosial setiap orang secara bebas dapat mengeluarkan suaranya, baik itu menyampaikan pujian, kritik dan juga saran. 

Kemudahan yang ditawarkan dari adanya media sosial ini dapat digunakan dalam agenda kebaikan, seperti belajar, bersilaturahmi dan menyebarkan informasi lainnya. 

Di balik setiap kemudahan yang ditawarkan tentu juga ada kendala yang membersamai, seperti belum meratanya pengetahuan terkait bijaksana dalam menggunakan media sosial dan tidak semua kalangan dapat menikmatinya. Sama seperti hal lainnya, kegunaan media sosial dan manfaatnya ditentukan oleh siapa yang menggunakan. 

Tak ubahnya pisau bermata dua, media sosial memiliki banyak efek dari keberadaannya, baik itu berefek baik maupun berefek sebaliknya. Salah satu ujian dari keberadaan media sosial adalah ujian dalam menjaga lisan. 

Dikarenakan efek kebebasan bersuara yang diberikan pada zaman ini, maka sebagai pengguna media sosial yang bijak kita harus dapat menggunakan bijaksana dengan bijaksana pula. Dalam agama Islam, ada beberapa aturan terkait menjaga lisan yang dapat kita gunakan saat menggunakan media sosial, 

1. Berbicara baik atau diam (saat tidak dapat berbicara baik) 

An-Nawawi Asy-Syafi’i rahimahullahu Ta’ala berkata,
“Ketahuilah bahwa hendaknya setiap mukallaf menjaga lisannya dari seluruh perkataan, kecuali perkataan yang memang tampak ada maslahat di dalamnya. Ketika sama saja nilai maslahat antara berbicara atau diam, maka yang dianjurkan adalah tidak berbicara (diam). Hal ini karena perkataan yang mubah bisa menyeret kepada perkataan yang haram, atau minimal (menyeret kepada perkataan) yang makruh. Bahkan inilah yang banyak terjadi, atau mayoritas keadaan demikian. Sedangkan keselamatan itu tidaklah ternilai harganya.” (Al-Adzkaar, hal. 284) 

2. Menghindari perkataan yang sia-sia 

مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ المَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ
“Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah dia meninggalkan hal-hal yang tidak ada manfaatnya.” (HR. Tirmidzi no. 2317, Ibnu Majah no. 3976, shahih) 

3. Menghindari kesombongan 

أَنَّ رَجُلًا قَالَ وَاللَّهِ لَا يَغْفِرُ اللَّهُ لِفُلَانٍ وَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَالَ مَنْ ذَا الَّذِي يَتَأَلَّى عَلَيَّ أَنْ لَا أَغْفِرَ لِفُلَانٍ فَإِنِّي قَدْ غَفَرْتُ لِفُلَانٍ وَأَحْبَطْتُ عَمَلَكَ
“Pada suatu ketika ada seseorang yang berkata, “Demi Allah, sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni si fulan.” Sementara Allah Ta’ala berfirman, “Siapa yang bersumpah dengan kesombongannya atas nama-Ku bahwasanya Aku tidak akan mengampuni si fulan? Ketahuilah, sesungguhnya Aku telah mengampuni si fulan dan telah menghapus amal perbuatanmu.” (HR. Muslim no. 2621) 

4. Berfikir sebelum berbicara 

إِذَا قُمْتَ فِي صَلَاتِكَ فَصَلِّ صَلَاةَ مُوَدِّعٍ وَلَا تَكَلَّمْ بِكَلَامٍ تَعْتَذِرُ مِنْهُ وَأَجْمِعْ الْيَأْسَ عَمَّا فِي أَيْدِي النَّاسِ
“Apabila kamu (hendak) mendirikan shalat, maka shalatlah seperti shalatnya orang yang hendak berpisah. Janganlah kamu mengatakan suatu perkataan yang akan membuatmu harus meminta maaf di kemudian hari. Dan kumpulkanlah rasa putus asa dari apa yang di miliki oleh orang lain.” (HR. Ibnu Majah no. 4171, hadits hasan)
Menjaga lisan merupakan suatu kewajban bagi setiap manusia. Karena dari lisan, banyak hal yang dapat terjadi. Saat lisan tak terjaga, maka silaturahmi dan kerusakan hubungan yang akan didapatkan.


Sumber: Okezone.com