Ekonomi RI Masuk Skenario Sangat Berat



Jakarta - Pemerintah memegang skenario berat bagi perekonomian Indonesia di saat pandemi Corona. Pada skenario ini, pertumbuhan ekonomi diprediksi berada di angka 4,5-4,9% di kuartal I-2020 dan 2,3% di akhir tahun ini.

Namun, prediksi tersebut gagal lantaran Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 2,97% di kuartal I-2020.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan realisasi pertumbuhan ekonomi di kuartal I-2020 justru membuat Indonesia menghadapi skenario sangat berat, di mana pertumbuhan ekonomi hanya -0,4% hingga akhir tahun 2020.

"Kalau dilihat dari pertumbuhan 2,97% di kuartal I, yang nampak sangat besar adalah dari sisi demand adalah konsumsi turun sangat besar. Biasanya tumbuh di atas 5%, sekarang hanya 2,84%. Ini masih angka kuartal I di mana sebenarnya PSBB baru diberlakukan Maret," kata Sri Mulyani saat raker dengan Komisi XI DPR, Jakarta, Rabu (6/5/2020).

Laju ekonomi nasional masuk dalam skenario sangat besar lantaran pemerintah akan menerapkan PSBB lebih luas lagi di luar Jabodetabek.

"Ilustrasi yang kita hadapi dalam melihat ekonomi kita di kuartal II dan kemungkinan berlanjut di kuartal III, sehingga kemungkinan masuk skenario sangat berat mungkin terjadi, dari 2,3% menjadi minus 0,4%," jelasnya.

Pelaksanaan PSBB terbukti menjadi salah satu penyebab menurunnya tingkat konsumsi rumah tangga atau daya beli masyarakat di kuartal I-2020. Skenario sangat bera ini jika di semester II ekonomi nasional belum pulih atau masih terdampak COVID-19, dan penerapan PSBB tidak terbukti memutus rantai penularan.

Daya beli masyarakat atau tingkat konsumsi rumah tangga di Indonesia hanya tumbuh 2,84% pada kuartal I-2020. Angka tersebut melambat dibandingkan kuartal IV-2020 yang sebesar 5,02%.
"Kuartal II kita harus antisipasi lebih dalam lagi jatuhnya," kata Sri Mulyani saat raker dengan Komisi XI DPR via virtual, Jakarta, Rabu (6/5/2020).

Potensi pelemahan daya beli pada kuartal II-2020, kata Sri Mulyani dikarenakan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) semakin luas dan tidak seperti pada kuartal sebelumnya yang hanya berlaku di Jabodetabek.

Menurut dia, PSBB yang berlaku di Jabodetabek saja sudah membuat daya beli masyarakat merosot tajam. Wanita yang akrab disapa Ani ini menjelaskan andil tingkat konsumsi rumah tangga terhadap pertumbuhan ekonomi sekitar Rp 9.000 triliun atau 56%, di mana sekitar Rp 5.000 triliun berasal dari Pulau Jawa.

"Orang kalau di rumah cuma makan saja, tidak keluar transport. Kalau tahun lalu kan konsumsi itu Rp 9.000 triliun lebih, Pulau Jawa 55% lebih dari Rp 5.000 triliun, sekarang kalau Rp 5.000 triliun di rumah ya tidak akan sampai, memang dampaknya berat bangat dalam kuartal II, makanya Presiden bilang fokusnya ke situ," ungkap dia.

Oleh karena itu, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengaku pemerintah akan terus menekan pelemahan ekonomi dengan menjaga konsumsi rumah tangga melalui bansos.
"Dari sisi percepatan penggunaan dalam rangka menjaga masyarakat, social safety net, bansos meluas, pemerintah cover minimal 3 bulan, bahkan sampai 6 bulan dan 9 bulan sampai Desember. Kita harap ini cukup beri bantalan sosial," ungkapnya.



Sumber: Detik.com