Jakarta - Kasus gagal bayar terhadap anggota Koperasi Simpan
Pinjam Indosurya Cipta atau
Indosurya Simpan Pinjam (ISP) disebut mirip dengan kasus Jiwasraya. Ada motif jahat dalam
permasalahan yang terjadi.
Hal itu dikatakan oleh Anggota Komisi VI Hendrik Lewerissa
saat rapat dengar pendapat dengan para anggota atau nasabah ISP. Dia
mempertanyakan hal apa yang membuat para nasabah ISP yang jumlahnya mencapai
8.000-an orang di 2018 tertarik.
"Ini kan tentu ada sesuatu yang men-drive para nasabah
yang diestimasi 10 ribuan di 2020 atau 8 ribu di 2018 ini untuk menyimpan
dananya di koperasi itu. Padahal kan nasabah tahu betul koperasi bukan
bank," tuturnya dalam rapat virtual, Jumat (8/5/2020).
Politisi Partai Gerindra itu menjelaskan, secara legalitas
menempatkan dana di koperasi statusnya sebagai anggota. Dalam aturannya anggota
hanya mendapatkan keuntungan setelah rapat akhir tahun dan ada sisa hasil usaha
(SHU).
Seharusnya nasabah paham bahwa keuntungan yang diberikan
koperasi pada dasarnya tidak sebesar produk investasi lainnya. Oleh karena itu
Hendrik menilai ada yang aneh.
"Karena skema koperasi Indosurya menggiurkan maka
nasabah beramai-ramai menempatkan dana dengan jumlah yang fantastis. Ini kan
hampir sama dengan kasus Jiwasraya dengan godaan bunga yang besar,"
tuturnya.
Dia menilai gagal bayar ISP mirip dengan Jiwasraya lantaran
adanya oknum jahat yang ingin mengeruk keuntungan pribadi.
"Memang ini perlu disesalkan perilaku-perilaku yang
jahat dari yang berwajah koperasi tapi ada motif mengeruk keuntungan dari
nasabah," tegasnya.
Oleh karena itu, dirinya berharap Komisi VI bisa betul-betul
mengawasi kasus koperasi ISP. Menurutnya jika ada unsur kejahatan maka harus
diproses secara hukum.
"Jangan pernah lalai, pengurus koperasinya betul-betul
diproses secara hukum kalau ada unsur pidana. Kemudian monitor proses
PKPU-nya," tuturnya.
Sumber: Detik.com