Riau Update - Sahabat yang mulia. Manusia adalah makhluk
pilihan yang diberikan kelebihan dan kemuliaan oleh Allah SWT dari pada makhluk-makhluk
lainnya (QS. Al-Isra 17:70).
Manusia diberi hati dan akal, untuk membedakannya dengan
makhluk lainnya yang diciptakan Allah. Dan manusia pertama adalah Nabi Adam.
Maka sepatutnya kita sebagai cucu-cucunya mengambil pelajaran darinya. Pada tulisan
ini kita akan membahas Nabi Adam dan iblis dari sisi komunikasi.
Suatu ketika Allah mengatakan kepada Adam setelah Adam
terperdaya dan percaya pada Iblis tentang makanan. Padahal apa yang dilakukan
Adam dan istrinya Hawa kemudian adalah hal yang dilarang oleh Allah.
Allah berfirman, “Bukankah Aku telah melarang kamu berdua
dari pohon kayu itu dan Aku katakan kepadamu: ‘Sesungguhnya syaitan itu adalah
musuh yang nyata bagi kamu berdua?’” (QS Al-Araf 7:22).
Lalu keduanya (Adam dan Hawa) mengatakan bahwa, “Ya Tuhan
kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni
kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang
yang merugi.” (QS Al-Araf 7:23). Ayat ini menjadi ayat yang sering dibaca umat
Islam saat berdoa kepada Allah.
Pesan dari komunikasi Nabi Adam ini dapat kita maknai
dengan, bahwa jika kita berbuat salah dan dosa maka kita harus mengakui
kesalahan dan dosa itu. Baru selanjutnya kita memohon ampunan agar tidak
menjadi orang yang merugi sekaligus memohon kasih sayang Allah. Ini keren
betul.
Ciri orang baik memang biasanya mengaku salah dan memohon
ampunan. Ia merasa bahwa bisa saja apa yang dilakukannya benar, dalam pandangan
dirinya. Sementara itu, belum tentu dalam pandangan Allah.
Maka, sudah sepatutnya kita sebagai manusia selalu merasa
salah dan berdosa di hadapan Allah sehingga kita banyak meminta ampunan dari
Allah. Sebab Allah sangat suka dengan hal yang demikian.
Mari kita bandingkan dengan pesan komunikasi dari iblis yang
terekam dalam Alquran. Allah berfirman, “apakah yang menghalangimu untuk
bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?" Menjawab iblis “Saya
lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau
ciptakan dari tanah,” (QS Al-Araf 7:12).
Lalu ayat berikutnya adalah, Allah mengatakan, “turunlah
kamu dari surga itu; karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di
dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk hamba-hamba yang hina,”
(QS Al-Araf 7:13).
Pesan dari komunikasi iblis di atas, bisa kita maknai bahwa,
iblis memang membangkang terhadap perintah Allah dengan tidak mau bersujud pada
Adam. Ini yang pertama. Yang kedua, iblis merasa lebih baik dan lebih keren
dari pada Adam. Dan ketiga, Allah tidak suka terhadap kesombongan
hamba-hambaNya dan menjadikannya hamba itu hina.
Dengan demikian inilah perbedaan Nabi Adam dan iblis. Nabi
Adam dengan kesalahan yang dilakukannya, ia mengaku bersalah lalu memohon
ampunan dan rahmat Allah. Sementara iblis dengan kesalahan yang dilakukannya,
ia merasa lebih baik dari Adam dan juga menyombongkan diri.
Pesan yang penting kita pelajari dari komunikasi Nabi Adam
dan iblis adalah tentang respons atas kesalahan. Bagaimana pun sebagai manusia
kita adalah tempat salah dan lupa. Dan yang terpenting setelah berbuat salah
adalah bagaimana kita meresponsnya. Apakah kita mengakui kesalahan itu dan
memohon ampunan dari Allah, atau kita merasa tidak bersalah dan merasa diri
lebih baik.
Maka kita patut hati-hati dengan respons dalam diri kita
saat menanggapi apa yang telah kita lakukan. Walaupun sepertinya kita tidak merasa
bersalah, namun di hadapan Allah, seyogianya kita mengaku salah dan dosa. Sebab
kita kerap kali luput tentang apakah yang kita lakukan sudah sesuai dengan
ajaran Allah atau belum.
Dalam momentum yang spesial yaitu bulan Ramadhan ditambah
dengan wabah corona atau Covid-19 ini, sejatinya kita harus banyak mengakui
kesalahan dan dosa-dosa kita. Seraya kita juga memohon ampunan dan memohon
kasih sayang juga keberkahan di bulan Ramadhan serta lekas diangkat wabah
Covid-19 dari bumi ini. Semoga Allah memperkenankan doa-doa kita. Al-Fatihah.
Sumber: Okezone.com