Keterlaluan!, Dokter Telanjang Karena OGDJ Diviralkan


Foto: Ilustrasi

Jakarta - Sebuah video yang menunjukkan seorang perempuan yang sedang telanjang di jalanan kota Surabaya viral di media sosial. Menurut pengakuan ketua RT di lokasi yang diduga jadi tempat perekaman video itu, Darojat, perempuan tersebut adalah dokter yang memang diketahui memiliki riwayat depresi.

"Saya kurang tahu persis apakah dia punya depresi. Tapi dulu pernah saat kelahiran anaknya yang ke berapa gitu, beliau depresi. Tapi gak seperti yang viral gitu. Ini saja sudah lama bertahun-tahun nggak depresi, itu menurut keterangan pembantunya saat saya tanya," kata sang Ketua RT, Darojat, Mengutip detikcom.

Namun, Darojat membantah isu yang viral terkait video tersebut. Isu tersebut menyebut bahwa perempuan 'stres' karena suami dan anaknya meninggal karena terinfeksi virus Corona COVID-19.
"Sebenarnya ini masalah internal. Tidak perlu diviralkan seperti itu videonya. Orangnya baik, kooperatif, dan gak cuek. Apalagi, dia suka membantu tetangga juga membantu orang yang kesusahan di sekitarnya," jelasnya.

Dokter jiwa dari RS dr. H. Marzoeki Mahdi di Bogor, dr Lahargo Kembaren, SpKJ, mengatakan seharusnya orang-orang segera menghubungi petugas dinas sosial atau aparat keamanan ketika menemukan orang dengan gangguan jiwa. Bukan melakukan tindakan yang malah bisa melecehkan harkat, martabat, dan bisa berdampak terhadap diskriminasi yang mempersulit pengobatan.

"Bila melihat dan menemukan orang dengan gangguan jiwa, segeralah menghubungi dinas sosial, aparat keamanan, atau pemerintahan setempat agar bantuan dapat segera diberikan. Hindari melakukan hal-hal yang melecehkan dan merendahkan harkat serta martabat mereka sebagai manusia," kata dr Lahargo saat dihubungi terpisah.

dr Lahargo mengatakan, orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) jika diterapi dengan baik kemungkinan bisa sembuh. Beri dukungan, bantuan, dan jangan menghakimi orang tersebut.

Menurut dr Lahargo, gangguan jiwa bisa terjadi karena berbagai faktor, mulai dari genetik, proses persalinan, penyakit, trauma, beban psikologis, hingga penggunaan narkoba.

"Semuanya itu membuat keseimbangan zat kimia di otak menjadi berubah dan tidak stabil. Inilah yang memunculkan adanya perubahan pada cara berpikir, perasaan, sikap, dan perilaku," papar dr Lahargo.