Berlin - Dibandingkan dengan kekuasaan kolonial Eropa lainnya,
sejarah kolonial Jerman memang relatif singkat. Meskipun beberapa negara bagian
Jerman dan beberapa perusahaan swasta telah lebih dulu menjalankan
proyek-proyek kolonial di luar negeri, secara resmi masa kolonial Kekaisaran
Jerman baru dimulai pada tahun 1884. Pada Konferensi Berlin tahun 1884-1885,
perwakilan dari 14 negara dan Kekaisaran Jerman bertemu atas undangan Otto van
Bismarck untuk membagi-bagi daerah kolonial mereka di Afrika, dikutip Detik.com.
Masa kolonial Kekaisaran Jerman hanya berlangsung sampai akhir
Perang Dunia I, ketika Jerman menyerahkan kendali atas koloninya di Afrika,
Oceania dan Asia Timur kepada pihak yang menang perang. Sekalipun singkat,
masih banyak jejak era kolonialisme Jerman yang sekarang bisa ditemukan, baik
di Jerman maupun di luar negeri.
Perhitungan dengan ''tokoh-tokoh sejarah"
Banyak jalan dan lapangan utama di Jerman yang menyandang
nama para pemimpin era kolonial, misalnya Carl Peters, Adolf Lderitz, Gustav
Nachtigal dan Jenderal Paul von Lettow-Vorbeck. Yang disebut terakhir adalah
komandan daerah Afrika Timur Jerman. Sampai beberapa tahun lalu, namanya
menjadi nama beberapa kamp-kamp militer dan lembaga pendidikan.
Di kota kecil Bad Lauterberg di Jerman tengah juga ada patung
peringatan Hermann von Wissmann, mantan gubernur Afrika Timur Jerman. Di kota
Stendal ada patung Gustav Nachtigal, yang menjabat sebagai komisioner untuk
protektorat Afrika Barat Jerman, sekarang wilayah Kamerun dan Togo.
Di tengah gelombang aksi anti-rasisme yang meluas di Amerika
Serikat dan Eropa, kini muncul lagi diskusi, bagaimana Jerman harus
memperlakukan masa lalu kolonialnya. Apa yang harus dilakukan dengan semua
patung-patung itu? Bagaimana dengan nama-nama jalan? Apa yang harus dibuat dengan
seni rampasan kolonial yang tersebar di banyak museum Jerman?
Yang hingga kini dianggap sebagai kejahatan kolonial
terbesar Jerman adalah pembantaian etnis Herero, yang dikenal sebagai peristiwa
genosida Herero di Afrika Barat Daya, dan peristiwa pemberontakan Maji Maji di
Afrika Timur. Pertanyaannya, haruskah Jerman sekarang menyatakan permohonan
maaf secara resmi, dan perlukah melakukan pembayaran reparasi sebagai bagian
dari kompensasi?
Saatnya Jerman membahas masa lalu kolonialnya
Salah satu contoh bagaimana sejarah dapat dikaburkan adalah
kuburan Lothar von Trotha di kota Bonn. Sebagai komandan pasukan Jerman di
Afrika Barat Daya, dia tahun 1904 mengeluarkan apa yang disebutnya sendiri
sebagai "perintah pemusnahan". Sasarannya adalah ''para pemberontak
Herero" di wilayah yang sekarang menjadi negara Namibia. Aksi militer itu
berujung pada aksi penghancuran dan pembunuhan mengerikan. Namun makam Lothar
von Trotha di Bonn sama sekali tidak menyebutkan masa lalunya dan operasi
pembantaian massal yang diperintahkannya.
Banyak sejarawan menyebut pembantaian Herero sebagai
genosida pertama abad ke-20, walaupun pemerintah Jerman menolak menyebutnya
demikian. Awal Juni lalu, Presiden Namibia Hage Geingob mengatakan di Windhoek,
dia yakin bahwa Jerman sekarang akan bersedia mengeluarkan permohonan maaf
resmi. Sejauh ini, pemerintah Jerman menolak prospek pembayaran reparasi, dan
mengatakan bahwa Namibia selama ini telah mendapat banyak bantuan pembangunan
dari Jerman.
Namun partai-partai politik mulai melakukan ''pendekatan
kritis" terhadap masa lalu kolonial Jerman, dengan satu pengecualian:
partai ultra kanan AfD. Partai AfD mengatakan, selama ini sudah terlalu banyak
''pengkultusan dosa-dosa" Jerman yang sering dimanfaatkan pihak lain untuk
menekan negara dan bangsa Jerman.
Komisaris Budaya Gereja Protestan Jerman, Johann Hinrich
Claussen, menyambut ''semangat protes" anti-rasisme dan suara-suara kritis
yang mempertanyaan kembali sejarah kolonialisme Jerman. Dia mengakui, memang
tidak mungkin membandingkan debat di Jerman dengan debat serupa di
negara-negara seperti Amerika Serikat dan Inggris, namun inilah saat yang tepat
bagi masyarakat Jerman
"menghadapi masa lalu kolonialnya". Tapi dia
juga mengingatkan, masih ada jalan panjang yang harus ditempuh.