Foto: Dampak Corona ke Ekonomi (Tim Infografis Fuad Hasim) |
Jakarta - Tekanan kuat pandemi COVID-19 di berbagai negara
sudah mulai mereda. Termasuk di Indonesia yang saat ini mulai dialiri oleh
modal asing dan kembali menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Namun masih ada tantangan yang harus dihadapi oleh Indonesia dalam memulihkan perekonomian. Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Halim Alamsyah mengungkapkan untuk pemulihan ekonomi dibutuhkan kolaborasi bauran kebijakan yang efektif dan peran serta masyarakat.
Namun masih ada tantangan yang harus dihadapi oleh Indonesia dalam memulihkan perekonomian. Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Halim Alamsyah mengungkapkan untuk pemulihan ekonomi dibutuhkan kolaborasi bauran kebijakan yang efektif dan peran serta masyarakat.
"Jika keduanya berkolaborasi maka akan menjadi kunci
untuk menangani dampak pandemi COVID-19 dan memulihkan perekonomian
nasional," kata Halim dalam diskusi virtual, Rabu (10/6/2020).
Dia mengungkapkan saat ini memang proses recovery pandemi
sudah mulai tampak di berbagai negara seperti China dan Taiwan. Negara-negara
tersebut menunjukkan kebijakan yang tepat mulai dari timing, size, komunikasi
hingga implementasinya sehingga dampak pandemi dapat dimitigasi dengan baik.
Halim menjelaskan walaupun sudah menunjukkan perbaikan masih ada berbagai sumber ketidakpastian seperti perang dagang antara AS dan China yang makin memanas, geopolitik yang makin tidak menentu, perang harga minyak yang membuat harga tertekan.
"Ada juga ketegangan geopolitik seperti di Hong Kong sampai risiko kredit global terhadap eksposur atas high yield & leveraged loans," jelasnya.
Sementara itu di Indonesia sendiri, risiko ketidakpastian juga masih perlu dipantau terutama dari melambatnya sektor riil, efektivitas restrukturisasi kredit, serta kemampuan dan kemauan perbankan untuk kembali melakukan ekspansi kredit kepada sektor riil.
Halim menjelaskan perekonomian Indonesia memang sudah menurun drastis akibat pandemi ini. Padahal pandemi baru ditetapkan pada awal maret namun berdampak cukup besar dan dalam.
Halim menjelaskan walaupun sudah menunjukkan perbaikan masih ada berbagai sumber ketidakpastian seperti perang dagang antara AS dan China yang makin memanas, geopolitik yang makin tidak menentu, perang harga minyak yang membuat harga tertekan.
"Ada juga ketegangan geopolitik seperti di Hong Kong sampai risiko kredit global terhadap eksposur atas high yield & leveraged loans," jelasnya.
Sementara itu di Indonesia sendiri, risiko ketidakpastian juga masih perlu dipantau terutama dari melambatnya sektor riil, efektivitas restrukturisasi kredit, serta kemampuan dan kemauan perbankan untuk kembali melakukan ekspansi kredit kepada sektor riil.
Halim menjelaskan perekonomian Indonesia memang sudah menurun drastis akibat pandemi ini. Padahal pandemi baru ditetapkan pada awal maret namun berdampak cukup besar dan dalam.
Karena itu pada kuartal II ekonomi Indonesia diproyeksi bisa
lebih rendah dari ekonomi kuartal I 2020. Karena itu dibutuhkan respons
kebijakan untuk menahan laju ketidakpastian ini.
"Masih banyak ketidakpastian, karena itu kita harus siap-siap, kalau pemulihan tidak secepat yang dibayangkan, itu masuk dalam skenario berat," imbuhnya.
"Masih banyak ketidakpastian, karena itu kita harus siap-siap, kalau pemulihan tidak secepat yang dibayangkan, itu masuk dalam skenario berat," imbuhnya.
Sumber: Detik.com