Amril Mukminin Mendekam di Rutan Sialang Bungkuk



PEKANBARU - Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan melaksanakan penetapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru dalam hal pemindahan terdakwa Amril Mukminin, bupati Bengkalis non aktif.

Pemindahan tersebut akan dilaksanakan pada hari Rabu (8/7/2020). Di mana, terdakwa Amril nantinya diberangkatkan dari Jakarta menuju Kota Pekanbaru dengan menggunakan pesawat terbang.

"Iya, hari Rabu terdakwa dibawa ke Pekanbaru. Pemindahan berdasarkan penetapan majelis hakim," ucap Plt Juru Bicara (Jubir) KPK, Ali Fikri SH MH Selasa (7/7/2020), dikutip dari Klikmx.com

Terdakwa Amril, dilanjutkannya, nantinya akan mendekam di dalam Rumah Tahanan (Rutan) Klas IA Kota Pekanbaru, yang berada di Sialang Bungkuk, Kecamatan Tenayan Raya.

"Mengenai jam keberangkatan dan kedatangan terdakwa bersama tim (JPU), nanti saya infokan," lanjutnya.

Ditambahkannya, sebelum dilakukan proses pemindahan, oleh KPK, terdakwa Amril dilakukan pemeriksaan kesehatan terlebih dahulu.

"Terdakwa Amril nantinya dilakukan tes PCR sebagai kelengkapan dokumen keberangkatan dengan pesawat dan juga administrasi masuk ke Rutan," tambahnya.

Dalami Uang Ketuk Palu 

Dalam persidangan sebelumnya, terungkap fakta persidangan bahwa seluruh anggota DPRD Kabupaten Bengkalis periode 2009-2014 menerima uang ketuk palu untuk pengesahan APBD 2013. Yang mana, uang ketuk palu tersebut sebanyak Rp2 miliar.

Terkait hal ini, Ali mengatakan, tim JPU KPK nantinya akan mendalami hal tersebut.

"Tentu akan mendalami dan mengkonfirmasi kembali melalui keterangan saksi-saksi yang akan kembali dihadirkan oleh JPU di persidangan berikutnya," kata Ali.

Untuk diketahui, Amril Mukminin didakwa JPU KPK dalam perkara dugaan gratifikasi. Jumlahnya beragam. Ada yang Rp5,2 miliar. Dan ada juga sebanyak Rp23,6 miliar lebih.

Uang Rp5,2 miliar, berasal dari PT Citra Gading Asritama (CGA) dalam proyek pembangunan Jalan Duri–Sei Pakning. Sedangkan uang Rp23,6 miliar lebih itu, dari 2 orang pengusaha sawit. Uang dari pengusaha sawit itu diterima Amril melalui istrinya, Kasmarni. Ada yang dalam bentuk tunai, maupun transfer. 

Atas perbuatannya, Amril dijerat dalam Pasal 12 huruf a, Pasal 11, dan Pasal 12B ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.***