Ayo Coba Bisnis Budidaya Ikan Guppy

Solo - Penyebaran wabah corona yang begitu cepat tentunya ikut mempengaruhi putaran roda ekonomi dan sejumlah sektor usaha di tanah air hampir nyaris terhenti. Saat sejumlah usaha gulung tikar, justru budidaya ikan Guppy semakin menjanjikan.

Di tengah pandemi paparan COVID-19 untuk pertama kalinya Komunitas Guppy Soloraya mengadakan pertemuan di tempat salah seorang pengurus. Para pebisnis budidaya ikan guppy ini terlihat sumringah, justru di tengah pandemi saat ini mereka berjaya dan sangat produktif. Peluang bisnis ikan hias masih menjadi ladang usaha yang menjanjikan di tengah pandemi ini.

Bahkan, tren penjualan ikan hias terus meningkat baik dari segi kuantitas maupun harga, kondisi tersebut dirasakan para anggota komunitas budidaya ikan Guppy Soloraya. Bahkan omzet yang diperolehnya bisa mencapai lebih dari 15 juta rupiah per bulannya.

Ketua Komunitas Ikan Guppy Soloraya, Angga Rustam, ditemui di pertemuan Komunitas Guppy di rumahnya sekaligus Workshopnya di Pandawa 17 Aquatic Farm Kepuhsari, RT.2 RW.38, Mojosongo, Jebres, Solo Minggu (13/09/20) mengatakan Guppy adalah salah satu ikan alternatif yang banyak disukai pecinta ikan hias.

"Di komunitas kami berdiri sejak 2016 dunia per-Guppy-an permintaan semakin meningkat. Kami melihat dari trend Guppy nasional, Guppy cenderung trennya meningkat. Banyak orang bekerja dari rumah, butuh hiburan dan usaha guppy ini menarik digeluti," jelasnya, dikutip dari Detik.com.

Menurutnya, harga ikan guppy rata-rata berkisar antara 50-250 rb per pasang dengan mengacu standar strain yang benar. Ikan guppy yang tidak masuk klasifikasi strain disebut sebagai cendolan dengan harga jual 5 ribu sampai maksimal 25 ribu per pasang.

"Ikan guppy dengan standar strain yang benar dan memiliki garis keturunan juara kontes atau membawa genetik langka harganya bisa mencapai hingga 2jt rupiah per pasang. Ikan standar kontes seperti albino yellow cobra delta tail, tuxedo white delta tail, emerald bottom sword, dan yang lainnya", jelas Angga.

Sementara, trend baru yang langka seperti albino tuxedo big red ear, king koi red ear, tuxedo koi balon bubble eye, singa blue tail. Ikan ini menjadi mahal karena kepemilikannya masih jarang, tambahnya.

Salah satu anggota komunitas yang kebanjiran permintaan selama pandemi ini adalah. Muhammad Bayu Rendra. Mahasiswa yang semua biaya kuliahnya diambilkan dari keuntungan berjualan ikan ini, mengatakan awalnya hanya mempunyai dua kolam berisikan ikan Guppy yang murah.

"Pertama kali dari hoby, tahun 2016, saya menjadi penonton mengikuti talkshow dan tertarik memelihara ikan guppy. Ikan guppy sangat mudah dipelihara, tanpa menggunakan modal, untuk awal cukup dua aquarium dan dua indukan, Guppy pasaran yang harganya sangat murah", ujarnya.

Saat pertama kali, Bayu menjualnya lewat Facebook, disana diposting kemudian dapat pelanggan dari luar kota dan dalam kota Solo. Untuk sekarang penjualan tetap menggunakan facebook dan Instagram, untuk penjualan saat ini sudah sampai Malaysia, Thailand dan Singapura, tambahnya.

"Omzet saat ini sebulan sekitar 15-20 juta, untuk yang luar negeri penjualan minimal 50 dollar di atas nilai di Indonesia", ungkap Bayu. "Hingga saat ini, saya cukup mengandalkan dari budidaya guppy untuk membiayai kuliah saya", tambahnya.

Komunitas ikan Guppy, kata Angga, termasuk di dalamnya Komunitas Guppy Solo Raya (KGSR) selalu berdinamika dengan komunitas kota lain dalam Indonesian Guppy Forum. Mengkaji standar penilaian kontes dan menciptakan tren jenis yang disesuaikan dengan acuan standar Internasional. Kontes dilakukan bergiliran ditiap kota oleh masing-masing komunitas dan terkoordinir dalam Indonesian Guppy Forum.