Ada Teror Molotov Diduga Terkait Pelaporan TORA Sinama Nenek

Kampar - Teror bom molotov terhadap rumah pasangan Ramlan dan Nurhayati Syahrani Tarigan di Jalan Garuda Desa Bukit Kemuning Kecamatan Tapung Hulu, Kamis, 24 Desember 2020 lalu, menyisakan misteri. Ada dugaan teror tersebut berkaitan dengan Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) di Desa Senama Nenek, Kecamatan Tapung Hulu.

Polda Riau bergerak cepat memburu pelaku teror. Alhasil, Tim Direktorat Kriminal Umum Polda Riau berhasil membekuk empat dari enam pelaku pada Selasa (29/12/2020). Berselang dua hari, seorang pelaku yang berstatus buron ditangkap. Tersisa satu buron lagi.

Kecurigaan teror ini berkaitan dengan TORA Senama Nenek menguat. Indikasinya, Syahrani adalah pelapor dugaan tindak pidana dalam pembagian TORA sebanyak 1.385 sertifikat dengan luasan 2.571,01 hektare yang berasal dari pelepasan areal perkebunan Kelapa Sawit PT Perkebunan Nusantara 5 berdasarkan kebijakan Presiden Joko Widodo. 

Laporan tersebut sedang ditangani Ditreskrimum Polda Riau. Sejumlah warga Senama Nenek sudah dimintai klarifikasi. “Kita melaporkan penggelapan, pemalsuan tanda tangan dan perampasan hak,” ungkap Ramlan, suami Rani, sapaan akrab Syahrani, Selasa (12/1).

Ramlan menjelaskan, istrinya membantu masyarakat Senama Nenek yang berhak tetapi tidak menerima sertifikat TORA. Disamping itu, ada dugaan tanda tangan masyarakat dipalsukan sehingga seolah-olah telah mengalihkan sertifikatnya kepada orang lain. 

Menurut Ramlan, ada sekitar 100 warga Senama Nenek yang haknya sedang dibela oleh sang istri. Sebagian pernah dimintai KTP dan KK saat pendataan calon penerima sertifikat. Tetapi hingga kini belum menerima sertifikat.

“Ada sekitar 800-an hektare lahan yang melayang. Yang dapat orang di luar Senama Nenek,” ungkap Ramlan menyebut perkiraan dari hasil investigasi yang dilakukannya dan Rani, dikutip dari Klikmx.com.

Ramlan mengatakan, saat Polda Riau mulai menangani laporan tersebut, sejumlah pihak mulai gelisah. Ada warga yang dibujuk dan diiming-imingi uang.

“Pas mulai ditangani Polda, mulailah sibuk. Ada ditawari uang. Mulai 5 juta, sampai 10 juta. Tapi warga menolak,” kata Ramlan. Mereka yang diberi iming-iming adalah warga bukan penerima sertifikat dan hasil panen kebun yang dikelola Koperasi Nenek Eno Senamanenek (KNES) sejak resmi diserahkan oleh Pemerintah kepada masyarakat pada 26 Desember 2019 silam.

Lobi terus berlanjut. Bahkan ancaman harus ditanggung Rani. “15 hari sebelum kejadian (teror molotov), Ibu Rani diancam dari WA. Katanya, “PTPN 5 aja kami gasak, apalagi kau!”,” ungkap Ramlan menirukan bunyi ancaman tersebut.

Lalu empat hari sebelum teror, seorang tokoh adat ditemani seorang lain mendatangi rumahnya. Pemangku adat tersebut mengajak berdamai. Tetapi ditolak Rani karena laporannya sedang ditangani Polda Riau.

“Kalau ada hubungannya (teror molotov) dengan (TORA) Senama Nenek, biarlah polisi yang mengusut,” kata Ramlan. Ia meyakini ada otak intelektual yang menyuruh enam pelaku. Ia berharap polisi dapat membongkarnya.