Pengadilan Tinggi Pekanbaru Sunat Vonis Hukuman Amril Mukminin, KPK Ajukan Kasasi


Pekanbaru - Pengadilan Tinggi (PT) Pekanbaru 'menyunat' vonis Bupati Bengkalis nonaktif, Amril Mukminin, jadi 4 tahun penjara atas suap proyek Jalan Duri-Sei Pakning. Tidak terima, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan pengajuan kasasi dilakukan setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) mempelajari putusan majelis hakim Pengadilan Tinggi Pekanbaru.

"Setelah mempelajari putusan atas nama terdakwa Amril Mukminin, Kamis, 4 Februari 2021, tim JPU KPK telah menyatakan upaya hukum kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru," ujar Ali Fikri, Jumat (5/2/2021) malam.

Ali mengatakan, adapun alasan kasasi karena JPU memandang ada kekeliruan dalam pertimbangan putusan hakim tersebut. Terutama dalam hal tidak terbuktinya dakwaan penerimaan gratifikasi sebagaimana Pasal 12B.

"Alasan dan dalil selengkapnya akan JPU uraikan dalam memori kasasi yang akan segera diserahkan kepada MA melalui PN Tipikor Pekanbaru," tutur Ali Fikri, dikutip dari Cakaplah.com.

Sebelumnya, PT Pekanbaru memvonis Amril Mukminin 4 tahun penjara. Hukuman itu disunat 2 tahun dari putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Pekanbaru.

Amril terbukti melakukan suap dalam proyek pekerjaan pembangunan Jalan Duri- Sei Pakning, Kabupaten Bengkalis sebesar Rp5,2 miliar. Uang itu diberikan oleh PT Citra Gading Asritama (CGA) selaku rekanan yang mengerjakan proyek.

Selain penjara, Majelis Hakim PT Pekanbaru yang diketuai Agus Suwargi dengan hakim anggota Rumintang dan KA Syukri juga menghukum Amril membayar denda Rp300 juta. Denda tersebut dapat diganti hukuman' penjara selama 6 bulan.

PT Pekanbaru memberikan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama 3 terhitung sejak Anril selesai menjalani pidana.

Vonis PT Pekanbaru ini memperbaiki putusan Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Sebelumnya, majelis hakim yang diketuai Lilin Herlina memvonis Amril 6 tahun penjara dan denda Rp500 juta atau subsider 6 bulan kurungan.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru juga menjatuhkan hukuman tambahan pencabutan hak politik Amril untuk dipilih selama 3 tahun setelah menjalani masa tahanan.

Amril terbukti melanggar Pasal 12 Huruf a Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Tahun 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Hukuman di pengadilan tingkat pertama itu sama dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam perkara ini, Amril sudah mengembalikan uang suap Rp5,2 miliar ke KPK.

Menanggapi putusan PT Pekanbaru itu, Juru Bicara KPK Ali Fikri mengaku menghormatinya. "Kami menghormati putusan majelis hakim," ujar Ali, Sabtu (23/1/2021).

Meski begitu, kata Ali, JPU KPK akan menyatakan pikir-pikir atas putusan tersebut, apakah melakukan upaya hukum kasasi atau tidak.

"Berikutnya akan segera mengambil langkah hukum setelah  mempelajari lebih dahulu salinan resmi putusan lengkapnya," tutur Ali.

Ali berharap pihak pengadilan segera mengirim salinan putusan ke KPK. "Kami berharap pihak pengadilan dapat segera mengirimkan salinan putusan dimaksud," harap Ali.

Dalam dakwaan yang dibacakan JPU Tonny Frengky Pangaribuan dan Feby Dwi Andospendi disebutkan, Amril beberapa kali menerima suap dari PT CGA. Amril diduga menerima suap sekitar Januari 2016 hingga tahun 2017.

Amril menerima uang suap itu di beberapa lokasi. Di antaranya, di Starbucks Coffee Mall Plaza Indonesia Jakarta, Restoran Hotel Adi Mulya Medan, di pinggir jalan dekat Hotel Royal Asnof Pekanbaru dan di Hotel Grand Elite Pekanbaru.

Amril menerima uang sebesar SGD 520,000 atau setara dengan Rp5,2 miliar. Uang itu diterima melalui Azrul Nor Manurung alias Asrul (ajudan Amril) dari Ichsan Suaidi selaku pemilik PT CGA yang diserahkan melalui Triyanto (pegawai PT CGA).

Diduga uang itu diberikan PT CGA sebagai upaya melaksanakan pekerjaan proyek pembangunan Jalan Duri–Sei Pakning. Proyek jalan itu dianggarkan dari dana multiyears.

Selain suap, Amril juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp23,6 miliar. Uang itu diterima dari pengusaha, Jonny Tjoa selaku Direktur Utama PT Mustika Agung Sawit Sejahtera sebesar Rp 12,7 miliar dan Adyanto selaku Direktur PT Sawit Anugrah Sejahtera sebesar Rp10,9 miliar.

Uang puluhan miliar diterima Amril saat menjabat anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bengkalis periode yakni 2009-2014 dan 2014-2019 serta saat menjabat sebagai Bupati Bengkalis periode 2016-2021.

Uang itu ada juga yang langsung diberikan kepada Amril dan ada melalui rekening istrinya, Kasmarni. Ketika itu Kasmarni menjabat Camat Pinggir.

Dalam amar putusannya, majelis hakim Pengadilan Tipikor menyatakan dugaan gratifikasi itu tidak terbukti. Tidak terima, JPU mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Pekanbaru.