MGI - Maskapai penerbangan berplat merah, Garuda Indonesia dituduh membunuh ekonomi di Timor Leste. Tuduhan itu dilontarkan oleh mantan Presiden Timor Leste, Jose Ramos Horta beberapa waktu lalu.
Bukan tanpa alasan, pasalnya Horta menyebut tiket pesawat yang dijual oleh Garuda Indonesia terlalu mahal. Hal tersebut berimbas pada menurunnya jumlah pengunjung ke Dili serta melemahnya perekonomian Timor Leste.
Untuk diketahui, sejak memisahkan diri dari Indonesia, Timor Leste saat ini hanya mengoperasikan satu bandara, yakni Bandara Internasional Nicolau Lobato. Meski begitu, bandara tersebut jauh dari standar internasional, karena hanya memiliki landasan pacu sepanjang 1.800 kilometer.
Bandara tersebut tidak mengoperasikan banyak rute penerbangan. Saat ini, bandara tersebut hanya melayani tiga rute penerbangan internasional, yakni Denpasar-Dili, Dili-Singapura dan Dili-Darwin. Hampir setengah dari rute-rute tersebut dioperasikan oleh maskapai penerbangan Air Timor.
Air Timor sebenarnya merupakan penerbangan carter terjadwal yang telah beroperasi di Timor Leste sejak tahun 2008. Maskapai tersebut tidak memiliki satu pun pesawat terbang. Selama ini, Air Timor beroperasi dengan cara bermitra dengan maskapai penerbangan Indonesia, Citilink.
Hubungan kemitraan tersebut bermula pada 2014, di mana Air Timor awalnya menandatangani perjanjian kerjasama dengan maskapai penerbangan Garuda Indonesia untuk mulai mengoperasikan rute Denpasar-Dili. Rute penerbangan tersebut dibuka pada bulan Oktober di tahun yang sama.
Penandatangan perjanjian kerjasama tersebut begitu penting, bahkan dihadiri oleh Presiden RI pada saat itu, Susilo Bambayang Yudhoyono dan Perdana Menteri Timor-Leste, Xanana Gusmao.
Di bawah perjanjian tersebut, Garuda Indonesia bersedia melayani penerbangan yang mencakup 12 kursi kelas bisnis dan 84 kursi kelas ekonomi.
Namun dalam perjalanannya, Air Timor memutuskan untuk mengalihkan kerjasama dari Garuda Indonesia ke Citilink Indonesia, yang merupakan anak perusahan Garuda. Tidak jelas apa alasan di balik transisi tersebut.
Namun kemudian pada 5 Juni 2015, Citilink dan Air Timor menandatangani perjanjian resmi untuk menyediakan pesawat. Lalu pada 13 September di tahun yang sama, Air Timor baru secara resmi menggunakan pesawat Citilink untuk terbang dari Denpasar ke Dili.
Dengan latar belakang tersebut, dan melihat situasi saat ini, Horta yang merupakan presiden kedua Timor Leste pasca memisahkan diri dari Indonesia, menilai bahwa Timor Leste terlalu bergantung pada Indonesia dalam hal layanan penerbangan.
Karena itulah, dia meminta pemerintah Timor Leste untuk tidak terlalu bergantung pada Indonesia. Menurutnya, selama bertahun-tahun, Garuda Indonesia telah membunuh perekonomian negara tersebut.
"Kita memiliki pengalaman dengan Garuda Indonesia. Bagi saya, Garuda telah melakukan kejahatan besar terhadap ekonomi Timor Leste," kata Horta seperti dimuat Tempo Timor (Minggu, 29/6).
"Timor harus melihat dan mengukur semua ini, kenapa? Karena Garuda selalu menaikkan harga tiket, karena mereka ingin membunuh wisata ke Timor, ingin membunuh ekonomi Timor Leste," tambahnya.
Sebagai informasi, rata-rata tiket penerbangan langsung dari Dili ke Bali adalah 588 dolar AS per orang. Sedangkan tiket penerbangan dari Dili ke Darwin adalah 538 dolar AS per orang. Tapi promosi baru-baru ini menurunkan harga tiket pesawat dari Dili ke Bali menjadi sekitar 440 dolar AS per Juli 2019.
Dengan harga tiket yang mahal, jumlah pengunjung ke Timor Leste menurun. Data dari Tourist Information Center di Kementerian Pariwisata, Perdagangan dan Industri Timor Leste, sepanjang 2018 lalu, ada sekitar 400 turis yang mengunjungi Dili. Namun tahun 2019 ini, per Januari hingga Mei hanya ada sekitar 50 wisatawan yang mengunjungi Dili.
"Jadi kita menginginkan hubungan baik dengan Indonesia tapi kita juga harus melihat dan berdiri satu kaki di belakang, tidak semuanya," jelas Horta.
Untuk mencari alternatif lain, pada 24 Mei 2018 lalu, Horta membawa Presiden Air Timor Francisco Oliveira untuk bertemu dengan Perdana Menteri Taur matan Ruak untuk membahas soal kemungkinan masuknya China Air ke dalam layanan penerbangan di Timor Leste.
"Saya menemani manajemen Air Timor untuk bertemu dengan Perdana Menteri. Saya tidak berpartisipasi dalam hubungan komersial dengan mereka, namun saya merasa khawatir dengan kesulitan kita terkait harga tiket yang mahal," tutur Horta.
"Pesawat baru, Air Timor memasuki perjanjian dengan China Air dan sekarang menunggu otorisasi dari pemerintah sehingga rencana ini dapat terbang dari Dili-Bali, Hong Kong, Darwin, Perth dan Singapura," jelasnya.
Kemudian pada tanggal 10 Juni 2019 lalu, Perdana Menteri Timor Leste, Taur Matan Ruak mengumumkan bahwa dia telah setuju dengan permintaan China Air untuk berinvestasi ke Timor Leste.
"Saya memberikan wewenang, seperti tang saya katakan bahwa hubungan dengan negara lain harys kompatibel. Pemerintah mendukung inisiatif ini," ujarnya. [rmol]