7 Penyakit Pencernaan pada Anak


Jakarta - Anak-anak rentan terhadap penyakit dan gangguan pencernaan. Kondisi saluran cerna dan sistem imun yang belum kuat membuat kuman atau alergen lebih mudah menggerogoti tubuh.

Gangguan pencernaan pada anak juga sering kali tak terdeteksi. Pasalnya, anak sering kali tertutup dan belum bisa berkomunikasi dengan baik. Umumnya, anak bakal rewel, menangis, dan mengatakan sakit perut tanpa dapat menjelaskan rasa sakit itu dengan detail.

Kenali penyakit dan gangguan pencernaan pada anak serta penanganannya. Gangguan pencernaan pada anak dapat menimbulkan rasa sakit dan tidak nyaman, semakin parah dan berakibat fatal.
Berikut 7 penyakit dan gangguan pencernaan pada anak.

1. Diare
Diare merupakan frekuensi buang air besar lebih dari tiga kali sehari dengan tinja yang cair. Dokter spesialis anak konsultan gastroenterologi Frieda Handayani menjelaskan, diare dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, dan parasit. Selain itu, diare juga bisa disebabkan oleh malabsorpsi, keracunan makanan, gangguan kekebalan tubuh, alergi, sindrom usus pendek, toksin, dan penggunaan antibiotik.

"Diare dapat menyebabkan anak mengalami dehidrasi," kata Frieda dalam diskusi media yang digelar RSPI di Jakarta, Kamis (27/2).

Diare dengan dehidrasi ditandai dengan lemas, kesadaran menurun, mata sangat cekung, mulut dan lidah kering, serta tampak kehausan.

Penanganan diare di rumah dapat dilakukan dengan terus memberikan makan atau ASI untuk bayi sedikit demi sedikit tapi sering, oralit, dan suplemen zinc. Diare yang tak berhenti dan sudah mengarah ke dehidrasi sebaiknya dibawa ke dokter anak untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.

2. Konstipasi atau sembelit
Konstipasi merupakan kondisi saat frekuensi buang air besar kurang dari dua kali seminggu, diikuti dengan mengejan hingga kesakitan, serta bentuk tinja yang keras dan bulat.

Kondisi ini umumnya disebabkan oleh perubahan pola makan. Anak yang tak diajarkan untuk rutin buang air besar juga berkontribusi menimbulkan konstipasi.

Konstipasi lebih dari dari dua minggu dapat berisiko serius karena dapat membuat perut kembung dan meningkatkan risiko peradangan serta masalah usus.

Penanganan konstipasi dapat dilakukan dengan mengevakuasi tinja, mengajarkan anak untuk rutin buang air besar tepat waktu setiap hari atau toilet training, mengonsumsi serat, dan pemberian NaCl. Jika konstipasi terus berlanjut, segera bawa anak ke dokter untuk mendapatkan penanganan medis.

3. GERD
Refluks gastroesofageal atau GERD juga dapat terjadi pada anak. Pada bayi, kondisi ini disebabkan otot di ujung kerongkongan yang belum cukup kuat. Pada anak, GERD terjadi karena terdapat tekanan dari bawah kerongkongan atau otot kerongkongan yang melemah. GERD juga dapat dipicu intoleransi makanan, kelainan anatomi lambung, dan stres.

"Perceraian orang tua, sering ditinggal orang tua, bullying di sekolah bisa membuat anak stres dan juga dapat memicu masalah pencernaan seperti GERD," kata Frieda.

Gejala GERD pada anak dapat berupa panas bagian dada atas, sakit menelan, sering batuk, serak atau mengi, sendawa berlebih, mual, asam lambung terasa di tenggorokan, gejala refluks semakin terasa saat tidur.

Penanganan GERD di rumah dapat dilakukan dengan meninggikan kepala anak saat tidur dengan dua bantal. Jangan biarkan anak langsung tidur setelah makan. Tunggu waktu selama dua jam untuk kemudian berbaring.

Anak juga disarankan untuk makan dengan porsi kecil dan sering, batasi minuman bersoda, makanan berlemak, gorengan, kafein, serta olahraga teratur.

Periksakan pula GERD ke dokter untuk mendapatkan pengobatan yang tepat.

4. Intoleransi laktosa
Intoleransi laktosa merupakan gangguan pencernaan karena tubuh tidak dapat memproses laktosa secara optimal di dalam usus halus. Gejala yang timbul dapat berupa diare, kembung, nyeri perut, muntah,sering flatus, merah di sekitar anus, dan tinja berbau asam. Gejala ini biasanya muncul setelah anak mengonsumsi makanan yang mengandung laktosa.

Makanan yang mengandung laktosa diantaranya susu, keju, yogurt, dan makanan yang mengandung olahan susu.
"Intoleransi laktosa pada setiap anak sangat beragam. Ada yang hanya minum susu sedikit langsung timbul gejala, ada pula yang minum susu hingga tiga gelas baru mengalami intoleransi. Oleh karena itu, orang tua atau pengasuh mesti mengetahui intoleransi laktosa pada anak," tutur Frieda yang praktik di RSPI Bintaro Jaya.

Frieda menyarankan orang tua atau pengasuh untuk membuat catatan makanan atau food diary anak untuk mengatasi intoleransi pada anak. Food diary berisi makanan yang dikonsumsi anak, waktu makan, serta gejala yang timbul setelah mengonsumsi makanan tersebut.

5. Apendisitis atau radang usus buntu
Radang usus buntu adalah peradangan yang terjadi pada usus buntu atau apendiks. Radang usus buntu biasanya dipicu karena terjadi hambatan di pintu rongga usus buntu, infeksi saluran pencernaan, tinja atau parasit menyumbat rongga usus buntu, dan cedera perut.

Gejala yang timbul dapat berupa gejala di sakit area pusar, perpindahan nyeri dari ulu hati ke perut kanan bagian bawah, mual dan muntah, serta demam di atas 37,5 derajat Celcius.

Jika mengalami gejala tersebut segera bawa anak ke dokter untuk mengetahui penanganan yang tepat. Dokter akan menentukan apakah ditangani dengan pengobatan atau perlu operasi.

6. Gastritis atau radang lambung
Radang lambung terjadi karena terjadi ketidakseimbangan asam di dalam lambung. Kondisi ini dapat dipicu oleh infeksi bakteri, infeksi berat atau luka bakar, konsumsi obat penurun panas, stres, makanan terlalu pedas, terlalu berbumbu, berlemak, dan iritan.

Radang lambung ditandai dengan gejala kembung, mual, muntah, dan sakit perut. Penangan radang lambung dapat dilakukan dengan pengobatan pada dokter dan perubahan gaya hidup sehat seperti makan makanan bernutrisi tinggi dan rajin berolahraga.

7. Irritable Bowel Syndrome (IBS)
IBS merupakan gangguan sistem pencernaan yang lebih sensitif. Kondisi ini membuat kontraksi pada otot saluran cerna sehingga lebih mendorong makanan yang melewati rongga usus.

Dinding dalam otot saluran cerna juga bereaksi lebih terhadap stimulan ringan seperti produk susu dan stres. IBS dapat menyebabkan kram, diare, dan juga konstipasi.

"Hingga saat ini belum diketahui penyebab IBS. Beberapa penelitian menunjukkan, makan makanan yang iritan membuat usus lebih sensitif. Ada pula studi yang menyebut terlalu banyak serat, terutama yang tidak larut dalam air, juga mengiritasi usus," ungkap Frieda.

Penanganan untuk IBS dapat dilakukan dengan membuat catatan makanan untuk mengetahui makanan atau stimulan yang memicu IBS, melakukan pola makan yang sehat, tidur yang cukup, dan olahraga yang teratur.

Jika anak memiliki penyakit dan gangguan pencernaan ini, ajak anak untuk berkomunikasi dan beri penjelasan mengenai kondisi yang terjadi dengan sederhana. Berikan langkah penangan yang tepat dan jalani gaya hidup sehat.


Sumber: cnnindonesia.com