Petani Pusing Pesanan Hasil Panen Seret Gara - Gara Covid-19


Jakarta - Pemerintah sudah meminta masyarakat tetap tinggal dan bekerja dari rumah demi mencegah penularan corona (covid-19). Alhasil, ganasnya penyebaran corona berimbas pada semua sektor, termasuk penyedia bahan pangan salah satunya petani.

Sebagai contoh penjualan hasil panen ratusan petani di kecamatan Ciwidey dan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Salah satu petani di Pangalengan, Ade Gani Abdulrahman mengaku penjualan hasil panen di kawasan tersebut turun 50%.

Menurut kalkulasi Ade ada sekitar 70% dari 500 petani, termasuk petani kecil yang terdampak oleh penyebaran corona ini di dua kecamatan tersebut. Biasanya, petani-petani di dua kecamatan tersebut memasok hasil panennya ke Pasar Induk Caringin. Pasar tersebutlah yang menjadi sasaran sejumlah restoran di Bandung membeli sayur dan buah-buahan. Namun, saat ini permintaan dari pasar tersebut menurun.

"Kalau untuk saat ini jadi permintaan dari Pasar Induk Caringin yang distribusikan ke restoran-restoran. Nah untuk sementara mereka pada tutup. Makanya orderan dari Pasar Caringin yang biasanya 4-10 ton sekarang mah cuma setengahnya, 50% lah turun, bahkan kadang-kadang lebih sedikit," ungkap Ade ketika dihubungi detikcom, Kamis (26/3/2020).

Selain itu, permintaan dari supermarket atas hasil pertanian di kawasan tersebut juga menurun.

"Dari supermarket justru lebih mengurangi sekarang. Kemungkinan yang kami rasakan karena dampak lockdown jadi orang-orang mungkin enggan ke luar untuk berbelanja. Makanya dari permintaan supermarket jadi sedikit," kata Ade.

Ade menuturkan, biasanya dalam sehari satu komoditas contohnya kentang bisa dipanen 4-10 ton dan langsung dipasok ke Pasar Caringin. Akibat tekanan virus ini, hasil panen yang terjual hanya 2-3 ton per hari.

"Kalau untuk sayuran, di sini yg paling banyak ditanam berhubung di dataran tinggi kebanyakan kentang, tomat, kol, sawi, labu siam, sama wortel. Biasanya 4-10 ton kiriman satu hari sekali. Karena kita mengumpulkan dari beberapa petani. Saya kan salah satu mitra tani juga, jadi kita mengumpulkan hasil tani bersama-sama baru nanti kita kirim. Sekarang jadi 2-3 ton per hari. Jadi sebagian nggak terjual," terang Ade.

Ade menuturkan, ketika pertama kali kabar virus corona merambah Indonesia, yakni di awal Maret 2020 lalu, harga sawi sempat anjlok. Hal tersebut membuat petani tak menjualnya dan menjadi busuk. Meski saat ini harga sayur dan buah-buahan meningkat, akan tetapi dari jumlah tonase penjualannya sangat menurun.

"Kalau yang sampai busuk banget sebelum-sebelumnya ada. Semenjak isu pertama corona di Indonesia itu harga sawi sampai Rp 400. Kalau sekarang kan sudah Rp 5.000-6.000-an. Itu sempat nggak kejual kan busuk, tapi sekarang kebantu harganya. Tapi untuk tonase jadi sedikit," imbuh dia.

Ia pun mengungkapkan, petani di dua kecamatan tersebut selama ini mendistribusikan hasil panennya secara mandiri. Meski diterpa bencana corona ini, pihaknya tak juga memperoleh bantuan distribusi dari pemerintah.

"Kebetulan di tempat kami tidak ada bantuan itu. Tidak ada bantuan distribusi online, jadi kita distribusinya secara mandiri," urainya.


Sumber: Detik.com