50.000 Ton Gula Impor Guyur RI Bulan Depan


Jakarta - Pemerintah telah menerbitkan izin impor atas 50.000 ton gula kristal putih (GKP) atau gula siap konsumsi kepada Perum Bulog. Gula tersebut akan diimpor dari Thailand dan India.

Saat ini, Bulog masih memproses realisasi impor tersebut dengan supplier dari negara asal. Namun, Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Tri Wahyudi Saleh menargetkan pada awal Mei mendatang 50.000 ton gula tersebut sudah masuk ke Indonesia.

"Kemudian gula pasir, mudah-mudahan dalam penugasan perum Bulog 50.000 ton akan masuk di awal Mei. Ini yang sedang kita usahakan meski ada keterlambatan izin impornya," kata Tri dalam dalam Webinar Keterjangkauan Beras Bagi Masyarakat Prasejahtera Selama Pandemi COVID-19 (CIPS), Rabu (15/4/2020).

Realisasi impor gula ini terus diupayakan. Pasalnya, hingga saat ini harga gula masih bertahan di level Rp 18.000/kg rata-rata nasional. Bahkan, di Tangerang saja menurut Tri harga gula tembus Rp 20.000/kg. Sementara harga acuan gula hanyalah Rp 12.500.kg menurut Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 7 tahun 2020.

"Kemudian gula bukan hanya Rp 18.000/kg, di Tangerang Rp 20.000/kg. Bahkan di Lampung yang banyak sentra produksi sudah Rp 18.000/kg. Ini yang menarik, ini sudah kami pantau dengan tim TPID (Tim Pengendali Inflasi Daerah)," terangnya.

Selain impor gula yang masih berproses, Bulog juga tengah menghadapi keterlambatan impor daging kerbau dari India. Pasalnya, hingga saat ini negara tersebut belum membuka akses logistik karena lockdown.

"Bulog mendapatkan tugas dari pemerintah untuk kuota 100.000 ton daging kerbau. Kami sudah order 25.000-30.000 ton. Tapi lockdown di India sampai hari ini belum buka. Jadi ada kendala juga," ungkap Tri.

Dengan adanya ketidakpastian impor daging kerbau India, pemerintah memberi opsi menyerap daging ayam dari peternak rakyat untuk memenuhi pasokan protein hewani. Namun, Tri mengatakan opsi tersebut ditugaskan pada PT Berdikari (Persero).

Selain jadi kompensasi karena impor daging kerbau terhambat, opsi ini diharapkan dapat menyelamatkan peternak yang tengah dirundung anjloknya harga ayam hidup.

"Ada solusi dari Kemenko Perekonomian dan Komisi IV terkait dengan ayam, live bird yang harganya sudah di bawah Rp 10.000. Kemudian karkasnya sekitar Rp 20.000-25.000. Ini juga diminta untuk mengkompensasi keterlambatan daging, bisa dikompensasi dengan protein lain dalam bentuk ayam. Ini juga sudah ada penugasan dari Kemenko Perekonomian dengan anggaran sekitar Rp 452 miliar itu ditugaskan pada PT Berdikari, BUMN yang bergerak di bidang pengunggasan," pungkas Tri.

Sumber: Detik.com