Keras!, Faisal Basri Kritik Pejabat RI Soal Pengelolaan Batu Bara


Jakarta - Sektor pertambangan dinilai bisa berpotensi menjadi penggerak ekonomi nasional apabila digarap secara optimal. Hal itu lantaran ekspor batu bara Indonesia paling besar dibandingkan komoditas lainnya.

Namun, Ekonom senior Faisal Basri menilai pendapatan negara dari ekspor batu bara relatif sangat kecil dibandingkan potensi jika batu bara digunakan sebaik-baiknya di dalam negeri. Salah satu keuntungan yang akan didapat yaitu ketergantungan pada impor energi yang akan berkurang.

"Jadi misal mengolah dengan teknologi tertentu agar batu bara bisa menciptakan efek minimum terhadap pencemaran," ujar Faisal melalui akun YouTube INDEF, Rabu (15/4/2020).

Faisal mengkritik mengenai perusahaan batu bara yang harusnya bisa lebih meningkatkan bayar pajak, agar kekayaan batu bara bisa dinikmati oleh negara, tidak hanya untuk segelintir orang.

"Jangan dianggap apa yang mereka bayar itu sudah maksimal, harusnya bisa lebih maksimal lagi yang bisa dinikmati oleh negara ini," sebutnya.

Faisal menilai kekayaan batu bara yang dimiliki Indonesia telah dikuasai oleh pengusaha yang keberadaannya di tengah-tengah pemerintahan. Sehingga ekspor sangat besar namun tidak memberikan nilai tambah yang banyak bagi negara.

Faisal menilai pemerintah masih terlalu pro terhadap manfaat ke pengusaha terkait pengelolaan batu bara seperti dilihat dalam RUU Omnibus Law. Menurutnya, hal itu dapat disadari karena menteri yang mengkoordinasikan mengenai pengelolaan batu bara di dalam negeri memiliki banyak keterkaitan dengan batu bara.

"Karpet merah dua dibentangkan di tempat yang sama. Jadi karpet merahnya numpuk lebih empuk buat yang menapakinya. Di rancangan omnibus law sudah digelar karpet itu khusus batu bara, bisa dimaklumi karena petinggi negeri banyak di pusaran kekuasaan memiliki konsesi batu bara atau setidaknya dekat dengan pengusaha batu bara berskala besar. perlu diingat Menko yang mengurus batu bara memiliki perusahaan batu bara dan ketua APBI adalah keponakannya," katanya.

"Dia menguasai asosiasi produsen batu baranya, dia jadi menteri koordinatornya yang bisa intervensi kapan saja. Bisa dilihat di DPR pengusaha batu baranya juga tidak sedikit," sambungnya.

Dalam kesempatan yang sama, Peneliti Center of Food, Energy, and Sustainable Development INDEF, Imaduddin Abdullah menyebut sektor pertambangan selama ini dikelola dengan kebijakan yang hanya menguntungkan pengusaha.

"Selama ini pengelolaan dari sektor pertambangan ini dikelola dengan mekanisme ataupun kebijakan yang justru hanya menguntungkan sekelompok kecil, pengusaha, politisi, yang dampak terhadap masyarakat luasnya sedikit," katanya.

Untuk itu, dengan adanya omnibus law dan RUU Minerba nanti, ia berharap dapat memberikan dampak yang besar terhadap masyarakat.

"Oleh sebab itu situasi pandemi ini jangan justru dijadikan momentum untuk para politikus membuat kebijakan yang hanya menguntungkan mereka. Ini perlu kita kaji dan awasi bersama agar kebijakan yang nanti disahkan sebesar-besarnya memberikan dampak terhadap masyarakat," harapnya.


Sumber: Detik.com