Ada Corona, Dolar AS Bisa Tembus Berapa Sampai Akhir Tahun?




Jakarta - Pandemi Corona belum berakhir. Selama belum ada vaksin untuk menghajar virus tersebut, wabah ini diprediksi masih akan berlangsung lama.

Banyak sektor terkena imbas Corona, tak terkecuali sektor keuangan. Nilai tukar rupiah menjadi salah satu korban ganasnya virus ini.

Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) diperkirakan akan bergerak di kisaran level Rp 15.000 hingga Rp 15.500 sampai akhir tahun. Namun, mata uang Paman Sam ini akan cenderung menguat pada kuartal II ini karena adanya pembayaran dividen.

"Kan ini faktor musiman nggak akan terus-terusan hanya beberapa perusahaan saja, biasanya bulan April dan Mei beberapa, sehingga permintaan dolar tidak akan berlangsung sepanjang tahun. Jadi makanya akan normal lagi Rp 15,000-15.500," kata Ekonom Ekonom PermataBank Josua Pardede kepada detikcom, Minggu (19/4/2020).

Josua menerangkan dari sisi fundamental Indonesia masih cukup baik. Meski ada risiko perlambatan ekonomi dan pelebaran defisit anggaran untuk penanganan COVID-19.

Dia mengatakan, defisit ini untuk memberikan stimulus pada perekonomian.


"Kalau saya lihat dengan adanya pelebaran defisit tersebut dan juga satu sisi memang akan memberikan stimulasi perekonomian sehingga diberikan jaring pengaman sosial, insentif sektor usaha bisnis dan juga sisi kebijakan otoritas keuangan lainnya terus diberikan kelonggaran untuk sektor usaha memang membatasi perlambatan ekonomi," paparnya.

Meski begitu, defisit ini juga berisiko pada penambahan utang pemerintah. Ia memperkirakan rasio utang pemerintah di kisaran 32-35% terhadap produk domestik bruto (PDB), masih di bawah ketentuan undang-undang yakni 60%.
"Tapi memang di sisi lainnya defisit APBD melebar, ada potensi juga peningkatan utang pemerintah, kalau hitungan saya rasio utang terhadap PDB meningkat kalau lihat hitungannya dari akhir tahun lalu 29% sampai 30%, tahun lalu itu 29,9%. Dengan potensi pelebaran defisit tahun ini rasio utang terhadap PDB cenderung melebar hingga 32-35% terhadap PDB," jelasnya.

Di sisi lain, dia bilang, pemerintah juga akan terus berkomunikasi dengan Bank Indonesia (BI) untuk mengawal rupiah.

"Pemerintah juga berkoordinasi dengan BI, kemarin Pak Perry juga bilang berpotensi juga BI masuk pasar perdana di lelang SBSN syariah Selasa besok. Sehingga harapannya pelebaran defisit akan meningkatkan risiko penambahan penerbitan utang pada market tidak akan signifikan. Memang yang jadi concern yang membuat awalnya Rp 13.000 ke Rp 16.000 karena koreksi karena keluarnya dana asing dari pasar obligasi kita," tambahnya.


BI, lanjut Josua, juga telah menahan suku bunga acuan sehingga rupiah menguat beberapa hari terakhir.

"Dari sisi moneter BI mempertahankan suku bunga, 2-3 hari cenderung menguat," imbuhnya.


Sumber: Detik.com