Sleman - Wabah virus Corona (COVID-19) di
Indonesia diprediksi akan mereda pada akhir Juli 2020. Hal itu diungkapkan Guru
Besar Statistika Universitas Gadjah
Mada (UGM), Prof Dedi Rosadi.
Bersama dengan pakar lainnya yaitu Heribertus Joko, alumnus
FMIPA UGM, dan Fidelis I Diponegoro, alumnus PPRA Lemhanas, Dedi membuat
permodelan probabilistik dengan dasar data nyata atau probabilistik data-driven
model (PDDM), dengan asumsi waktu puncak tunggal.
"Rilis terbaru tersebut mengacu dengan data publikasi
pemerintah hingga 23 April 2020. Dari data itu diperkirakan waktu puncak
pandemi terjadi pada Mei 2020 dan pandemi akan mereda di akhir Juli 2020,"
kata Dedi dalam keterangan tertulis, Sabtu (25/4/2020).
Sebelumnya, berdasarkan data pemerintah sampai 26 Maret
2020, pada akhir Maret 2020 lalu, Dedi dan tim telah merilis prediksi sementara
akhir pandemi terjadi pada akhir Mei 2020 dengan total penderita positif
COVID-19 mencapai 6.174 kasus. Prediksi menggunakan model PPDM tersebut
bersifat sementara dan diperbaharui berkala sesuai data yang ada untuk prediksi
jangka panjang.
Dedi menyampaikan akurasi model dengan parameterisasi dan
hasil simulasi prediksi seperti di atas masih perlu dievaluasi dalam setidaknya
2 minggu ke depan. Hal itu dilakukan untuk melihat apakah terjadi tren
penurunan yang konsisten atau justru menjadi tren naik. Namun, akurasi prediksi
akan semakin baik jika puncak pandemi telah terlewati.
"Hasil prediksi yang diberikan di atas baru memotret
data nasional sebagai satu entitas dan melakukan sejumlah simplifikasi.
Misalnya, belum menggambarkan potensi penyebaran virus karena faktor kondisi
geografis Indonesia berupa negara kepulauan," katanya.
Selain itu, Dedi menjelaskan, belum memodelkan efek pengaruh
pengendalian dari pemerintah seperti pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Namun secara umum, harus dipahami bahwa kesesuaian realitas masa depan dengan
hasil simulasi model matematis (termasuk model PDDM) bergantung kepada banyak
faktor yang kompleks.
"Secara matematis, semakin jauh dari titik pengamatan
terakhir ketidakpastian prediksi masa depan akan semakin besar. Sebab, banyak
faktor yang terus berubah dalam waktu di masa yang akan datang," ucapnya.
Dedi memaparkan setidaknya ada tiga hal penting yang harus
diwaspadai dalam beberapa waktu ke depan. Hal yang berpotensi untuk mengubah
timeline menjadi lebih cepat atau lebih lambat dari yang diprediksikan dan
dengan jumlah kasus yang berkurang atau melebihi prediksi ini.
Pertama, kondisi dan usaha untuk merubah kecepatan penularan
bahkan memutus total rantai penularan penyakit. Dilakukan melalui pengendalian
yang efektif terhadap episentrum-episentrum penyebaran virus yang telah ada
khususnya kelompok provinsi-provinsi zona merah.
"Jika semua klaster dan episentrum yang telah diketahui
bisa dikendalikan dengan efektif dan saat yang sama pencegahan maksimal
terhadap kemungkinan tumbuhnya klaster baru di setiap daerah dilakukan dengan
baik maka wabah bisa selesai jauh lebih cepat dengan jumlah kasus lebih
kecil," ucapnya.
Sebaliknya, jika pengendalian tidak berhasil dilakukan maka
timeline wabah akan mundur dan jumlah penderita yang lebih besar dari prediksi
sementara masih mungkin terjadi.
Kedua, fenomena mudik pada bulan Mei secara masif atau
bentuk migrasi lain dari daerah pusat penyebaran khususnya daerah zona merah
yang sangat berpotensi untuk ditunggangi virus.
"Pemerintah sejak tanggal 24 April 2020 telah
mengeluarkan larangan untuk kegiatan mudik. Larangan ini sejalan dengan upaya
pengendalian risiko wabah yang bila ditaati akan menghambat tumbuhnya
klaster-klaster penyebaran baru di seluruh Indonesia," paparnya.
"Tumbuhnya klaster-klaster baru perlu dicegah agar
wabah tidak mundur lebih lama ke belakang yang berakibat akhir wabah di setiap
wilayah akan berbeda-beda. Akhirnya menyebabkan perkiraan laju tambahan jumlah
kasus di setiap wilayah akan berbeda-beda dan akan memengaruhi timeline dan
nilai akhir total prediksi nasional," lanjutnya.
Ketiga, berhubungan dengan kondisi di masa yang akan datang
terkait konsistensi pengaturan pemerintah. Lebih dari itu hal yang jauh lebih
penting adalah bagaimana tingkat kepedulian dan kewaspadaan masyarakat terhadap
imbauan pemerintah.
"Semaksimal mungkin masyarakat dapat melaksanakan
anjuran berdiam diri di rumah. Jika beraktivitas keluar rumah, hendaknya selalu
memaksimalkan usaha-usaha untuk melindungi diri melalui social dan physical
distancing, memakai masker, cuci tangan dengan sabun dan gaya hidup sehat lainnya,"
tutupnya.
Sumber: Detik.com