RI Bakal Produksi 19 Juta APD




Jakarta - Industri alat kesehatan (alkes) seperti masker dan alat pelindung diri (APD) masih bergantung pada bahan baku impor, salah satunya dari Korea Selatan. Oleh sebab itu pemerintah mempermudah impor bahan baku kedua alkes tersebut demi menggenjot produksi dalam negeri.

Dengan segala kemudahan impor bahan baku, Menteri Perdagangan (Mendag) Agus Suparmanto yakin dalam waktu dekat jutaan alkes produksi dalam negeri mampu memasok kebutuhan di tengah pandemi virus Corona (COVID-19) ini.

Bahkan, Agus mengungkapkan saat ini 8 juta APD sedang dalam proses produksi. Terlebih lagi, dalam beberapa bulan RI akan memproduksi 19 juta APD.

"Nah tahap pertama ini sekitar 8 juta APD sedang dalam proses produksi. Tapi produksi kita ini bisa dalam beberapa bulan ke depan sekitar 19 juta," ungkap Agus dalam wawancara Blak-blakan detikcom, Jumat (17/4/2020).

Untuk masker sendiri, menurut Agus saat ini banyak industri tekstil yang beralih memproduksi alkes tersebut. Sehingga, ia optimistis dalam beberapa waktu ini kebutuhan masker juga terpenuhi.

"Untuk masker ini memang produksi dalam negeri. Nah di tengah kondisi COVID-19 ini memang setiap orang ini mewajibkan kita memakai masker, termasuk di rumah, ke luar. Begitu ke luar pasti memakai masker. Memang produksi masker saat ini belum terpenuhi. Tapi pabrik tekstil yang lesu di tengah COVID-19 ini, garmen dan lain-lain, ini beralih," jelas Agus.

Menurut Agus, jika industri alkes sudah bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri di tengah penyebaran virus Corona, maka pihaknya akan mengizinkan produsen tersebut mengekspor produknya.

"Artinya ada kelebihan kalau ini produksinya sudah maksimal. Nanti sudah boleh diekspor. Sekarang pun kita memberikan pengecualian ekspor," tutur dia.

Ia menuturkan, ketika ekspor alkes sudah dibuka kembali, maka pihaknya akan mewajibkan pengusaha menggelontorkan 50% produksinya di dalam negeri.

"Nah kalau bahan baku ini kan kita peroleh juga dari luar, Korea, Jepang, dan negara lainnya, Kita memberikan pengecualian ekspor, dengan catatan 50% untuk kebutuhan dalam negeri. Paling tidak barang ini ada yang bisa kita berikan ke dalam negeri. Dan ini sudah mereka penuhi baru kita berikan pengecualian, jadi tidak serta-merta kosong. Kita memang butuh juga ekspor untuk menambah devisa. Tapi di sisi lain kita tidak boleh juga tidak dapat sama sekali," paparnya.

Selain itu, ekspor ini akan diutamakan kepada negara pengirim bahan bakunya.

"Ya kita ada kerja sama juga memang. Kerja sama ekspor ini kan sudah tercantum, misalnya ke Korea. Karena Indonesia-Korea CEPA ini sudah melakukan tanda tangan dan sebagainya, termasuk juga Jepang. Nah ini kita harus patuhi dan hargai, karena kita suatu saat pasti juga butuh mereka. Misalnya ventilator, bahan baku, ini harus dijalin dengan baik. Sebisa mungkin kita terpenuhi, tapi kita bantu juga mereka, timbal balik," pungkas Agus.


Sumber: Detik.com