Singapura Hadapi Resesi Ekonomi Lebih Parah dari Perkiraan Semula



Singapura - Bergantung pada bagaimana pandemi Covid-19 berkembang dan respon kebijakan di seluruh dunia, pertumbuhan ekonomi Singapura berpotensi menyusut sampai minus 4 persen, kata Otoritas Moneter Singapura MAS dalam laporan tinjauan ekonomi setengah tahunan yang dirilis Selasa (28/4).

"Ekonomi Singapura akan memasuki resesi tahun ini," kata MAS dalam laporan setebal 132 halaman itu. Sementara "pada saat ini masih ada ketidakpastian yang signifikan atas parahnya penurunan" dan kapan langkah pemulihan dimulai serta bagaimana akhirnya. Lembaga yang berfungsi sebagai Bank Sentral ini selanjutnya menulis, penciutan ekonomi "sebagian besar tergantung pada arah yang diambil oleh pandemi dan kemanjuran respons kebijakan di seluruh dunia."

Sebagai perbandingan, resesi terburuk Singapura sejauh ini adalah selama Krisis Keuangan Asia pada 1998, ketika ekonomi berkontraksi 2,2 persen. Pertumbuhan ekonomi juga pernah anjlok ke angka 0,1 persen selama krisis keuangan global pada 2009, lalu menyusut sebanyak 1,1 persen selama krisis gelembung dotcom pada 2001.

Prospek suram

Saat ini, hampir 15.000 orang di Singapura telah dinyatakan terinfeksi Covid-19, dengan 14 orang meninggal dunia. MAS mengatakan, ekonomi Singapura kemungkinan akan "berkontraksi lebih tajam" pada kuartal kedua, mengingat tingkat intensitas wabah di negara yang menjadi mitra dagang utamanya, serta langkah-langkah "pemutus lingkaran" yang diterapkan pemerintah Singapura mulai pada awal bulan ini.

Semua tempat kerja yang tidak penting telah ditutup dan penduduk diberitahu untuk tidak meninggalkan rumah mereka kecuali untuk membeli makanan atau berolahraga sendirian di lingkungannya. Kebijakan lockdown ini awalnya dijadwalkan berakhir pada 4 Mei, namun kini diperpanjang hingga 1 Juni.

Pada tiga bulan pertama tahun ini, perekonomian menunjukkan kontraksi 2,2 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Pengangguran cenderung meningkat dan upah turun turun dan menjadi faktor yang berkontribusi terhadap deflasi harga inti, kata MAS.

Selanjutnya otoritas moneter Singapura mengatakan, masih belum jelas apakah Covid-19 bisa diredam secara global pada paruh kedua tahun 2020. Risiko gelombang infeksi berikutnya masih tetap tinggi, selama vaksin belum ditemukan.

Namun MAS mengatakan, meskipun prospek suram, Singapura belum mengalami arus modal keluar yang signifikan.

Kebijakan moneter dan fiskal yang "tepat waktu"

Sejauh ini, telah ada "dukungan tepat waktu dan serentak" berupa kebijakan moneter, keuangan, fiskal dan regulasi, kata MAS. Berbagai kebijakan itu telah berhasil "mempertahankan nilai tukar pada tingkat yang tepat untuk mencegah meluasnya tekanan disinflasi".

MAS juga menggarisbawahi bahwa kebijakan fiskal akan memainkan "peran utama" dalam upaya meredam dampak resesi. Sampai saat ini, pemerintah telah meluncurkan tiga paket kebijakan senilai hampir 60 miliar dolar Singapura dalam periode sembilan minggu.

"Secara keseluruhan, dukungan tepat waktu dan terpadu dari kebijakan moneter, keuangan, fiskal dan regulasi akan meringankan biaya ekonomi pandemi," kata laporan setengah tahunan MAS. Kebijakan-kebijakan itu "akan membantu mencegah guncangan temporer yang parah" dan krisis ekonomi yang lebih dalam dan lebih lama lagi.



Sumber: Detik.com