5 Juni Dinilai Terburu-buru, Kapan Harusnya Mal Dibuka?



Jakarta - Pembukaan mal 5 Juni 2020 mendatang dinilai terlalu terburu-buru dan bisa menyebabkan gelombang kedua Corona. Hal itu karena mal merupakan tempat berkumpulnya orang, sedangkan tingkat penularan Corona (COVID-19) di Jakarta dinilai masih tinggi.

"Yang berbahaya orang tanpa gejala (Corona) kita nggak tahu, dia sehat tapi nanti tahu-tahu menyebar. Di Jakarta memang sudah menurun tapi kan belum sampai ke titik yang diharapkan karena masih tinggi jadi kalau dibuka 5 Juni itu terlalu terburu-buru," kata Analis Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah kepada detikcom, Selasa (26/5/2020).

Menurut Trubus, waktu yang tepat membuka mal adalah melihat dari tingkat penyebaran COVID-19 itu sendiri. Memastikan kesiapan para tenant untuk menjalankan protokol kesehatan juga dinilai sangat penting seperti menjaga jarak per 1 meter.

"Kalau dalam waktu dekat ini apakah para tenant siap menerapkan protokol COVID-19? Misalnya seperti alat suhu, tapi persoalannya apakah itu efektif untuk mencegah penularan di mal-mal? Menjaga jarak antrean di kasir itu kan harus diatur," ucapnya.

Yang jadi persoalan adalah tidak semua tenant makanan-minuman memiliki ruangan yang besar. Sehingga menerapkan jarak per 1 meter dinilai tidak akan efektif karena bisa menimbulkan keramaian. Untuk itu, siapa yang mengawasi jika terjadi kerumunan dalam tenant dinilai harus jelas.

"Apakah sudah siap pengawasannya terhadap perilaku pembeli misalnya kalau di mal antre? Antrean itu kalau masih berjubel akhirnya agak susah juga artinya penularannya tinggi di situ. Nanti kalau berkerumun siapa yang mengawasi itu semua?," ucapnya.

Selain itu, di antara pemilik tenant atau pemilik mal harus jelas siapa yang bertanggung jawab jika sampai terjadi kerumunan. Hal itu agar aturan yang dijalankan nanti tidak terjadi tumpang tindih dan saling menyalahkan.

Sementara Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menambahkan, pemerintah harus memenuhi 10.000 per hari test swab PCR (Polymerase Reaction Chain) kepada masyarakat. Jika itu sudah dilakukan dan melihat hasilnya, baru bisa dikatakan penularan Corona sudah rendah dan aktivitas publik bisa kembali dibuka.

"Ini adalah krisis pandemi, artinya kalau mau melakukan perubahan kebijakan apapun itu harus ada bukti bahwa sudah membaik. Yang paling mudah adalah bukti pengujian swab PCR. Kan standarnya 10.000 pengujian setiap 1 juta penduduk. Nah Indonesia sampai hari ini kan belum segitu," katanya.


Sumber: Detik.com