Ekonomi RI Diramal Tumbuh Minus, BKF: Ini Skenario Sedih Sekali



Jakarta - Badan Kebijakan Fiskal (BKF) menyebut laju perekonomian Indonesia saat ini masuk pada skenario yang sangat menyedihkan lantaran berdampak besar khususnya pada tingkat pengangguran terbuka (TPT) dan angka kemiskinan nasional. Hal itu menyusul realisasi pertumbuhan ekonomi nasional di kuartal I-2020 yang melabat ke 2,97%.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mengatakan pemerintah masih memegang skenario pertumbuhan ekonomi di kisaran minus 0,4% sampai 2,3% hingga akhir 2020.

"Kita lihat pertumbuhan ekonomi 2020 kita lihat antara -0,4-2,3% ini yang akan kita lakukan. Dampak pada kemiskinan dan pengangguran ini skenario yang tidak menyenangkan sama sekali, ini skenario yang sedih," kata Febrio dalam paparannya saat video conference, Jakarta, Rabu (13/5/2020).
Febrio menjelaskan dampak Pandemi Corona terhadap ekonomi Indonesia akan berlanjut di kuartal berikutnya, yang pasti pemerintah hanya bisa menekan dampak tersebut agar tidak meluas lebih jauh lagi.

"Harapannya ekonomi tertekan pasti tapi bagaimana tekanan itu diredam semaksimal mungkin, kalau bisa meredam kita berusaha supaya tingkat pengangguran tidak melonjak tajam, kemiskinan juga," jelasnya.

Adapun upaya yang sudah disiapkan pemerintah masuk dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN), pemerintah sendiri sudah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2020 sebagai landasan hukum bagi pemerintah melaksanakan program tersebut.

Dari aturan itu, pemerintah akan menjaga sisi penawaran dan permintaan atau supply and demand. Hal ini menyusul anjloknya data kontribusi komponen pengeluaran pembentuk produk domestik bruto (PDB) di kuartal I-2020. Seperti konsumsi rumah tangga, investasi, ekspor dan impor.

Sedangkan dari sisi dunia usaha, pemerintah juga sudah menyiapkan beberapa modal untuk memulihkan sekaligus menahan dampak COVID-19 kepada laju ekonomi nasional. Untuk sisi masyarakat sudah dikucurkan bantuan sosial (bansos) sedangkan dunia usaha antara lain insentif pajak dan kemudahan perizinan ekspor impor.

"Kita masih menggunakan -0,4-2,3% di 2020. Kita bergerak di range itu, bagaimana supaya ekonomi tidak menuju ke arah negatif tapi ditahan di teritori positif," ungkapnya.



Sumber: Detik.com