Jakarta - Mantan anggota DPR RI dari Fraksi PDIP, I Nyoman Dhamantra,
divonis 7 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Dhamantra terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi menerima uang
sebesar Rp 3,5 miliar dari Direktur PT Cahaya Sakti Argo (CSA) Chandry Suanda
alias Afung.
"Mengadili, menyatakan terdakwa I Nyoman Dhamantra
terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak
pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dakwaan
alternatif pertama," kata hakim ketua Saifuddin Zuhri saat membaca amar
putusan di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu
(6/5/2020).
"Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa berupa
pidana penjara selama 7 tahun dan pidana denda sebesar Rp 500 juta dengan
ketentuan, bila denda tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 6
bulan," imbuh hakim.
Hakim juga menjatuhkan hukuman tambahan dengan pencabutan
hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun. Hukuman tambahan itu
dihitung setelah Dhamantra selesai menjalani pidana pokok.
"Menjatuhkan hukuman tambahan kepada terdakwa I Nyoman
Dhamantra berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4
tahun," katanya.
Hakim meyakini perbuatan Dhamantra dilakukan bersama
Miranti, yang merupakan orang kepercayaannya, dan Elviyanto, seorang direktur
PT Asia Tech. Keduanya juga divonis oleh hakim.
Miranti dan Elviyanto divonis 5 tahun penjara dan denda Rp 500
juta subsider 3 bulan kurungan. Keduanya diyakini hakim terlibat dalam kasus
suap impor bawang putih ini.
"Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Elviyanto
dan Miranti masing-masing berupa pidana penjara selama 5 tahun dan pidana denda
sebesar Rp 500 juta, dengan ketentuan, bila denda tidak dibayar, diganti dengan
pidana kurungan masing-masing selama 3 bulan," kata hakim.
Dhamantra dkk bersalah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal
11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1
KUHP.
Kasus ini bermula pada awal 2019, saat Afung dibantu Doddy
Wahyudi selaku Direktur PT Sampico Adhi Abattoir berniat mengajukan permohonan
kuota impor bawang dengan kerja sama PT Pertani (Persero) melalui empat
perusahaan, yaitu PT Perkasa Teo Agro, PT Citra Sejahtera Antarasia, PT Cipta
Sentosa Aryaguna, dan PT Abelux Kawan Sejahtera guna memenuhi kewajiban wajib
tanam 5 persen sebagai syarat diterbitkannya Rekomendasi Impor Produk
Hortikultura (RIPH).
Padahal diketahui Afung belum menyelesaikan kewajiban pembayaran
dengan PT Pertani pada 2018. Akibat hal tersebut, Doddy melakukan pertemuan
dengan Dhamantra selaku anggota Komisi VI DPR saat itu yang bermitra kerja
Kementerian Pertanian dan Kementerian BUMN agar dibantu dan menanyakan cara
urus kuota impor bawang putih. Dhamantra pun meminta Doddy menghubungi Mirawati
Basri, yang merupakan orang kepercayaannya.
Kemudian terjalinlah komunikasi Doddy dan Mirawati hingga
akhirnya Afung memiliki jalur untuk mengurus SPI di Kementerian Perdagangan.
Tak hanya pengurusan surat perizinan impor (SPI), Dody juga
meminta dibantu pengurusan RIPH, mengingat RIPH yang diajukan oleh Afung tidak
keluar. Dari situlah mulai terjadi kesepakatan antara Nyoman dan Afung melalui
orang kepercayaan keduanya Elviyanto dan Dody dengan penyerahan uang Rp 3,5
miliar.
Sumber: Detik.com