Jakarta - Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI)
menilai pandemi COVID-19 akan mengubah pola bisnis industri hulu migas ke
depan. Dampak yang langsung terlihat adalah turunnya permintaan minyak global
secara signifikan yang berakibat harga minyak turun drastis dan semua tangki
penampung yang tersebar di dunia dalam posisi penuh.
Deputi Kajian dan Opini IATMI Benny Lubiantara mengatakan
IATMI siap membantu mengatasi hal tersebut dengan memberikan beberapa
rekomendasi kebijakan, strategi dan upaya yang perlu dilakukan dalam jangka
pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Menurutnya, kebijakan, strategi dan
upaya yang perlu dilakukan dalam jangka pendek yakni dukungan kelangsungan
operasional sektor hulu migas agar tetap berjalan.
Untuk jangka pendek IATMI mendorong agar Pertamina, sebagai
BUMN Migas milik negara yang memiliki 36 persen kontribusi produksi nasional,
terus berkomitmen untuk tetap menjaga keberlangsungan industri hulu migas
nasional dengan mempertahankan produksi di level yang aman dengan biaya operasi
yang efisien.
"Harga minyak rendah memang menurunkan margin
keuntungan perusahaan sektor hulu migas, namun mempertahankan kegiatan
operasional hulu migas agar tetap berjalan merupakan upaya menjamin tetap
berlangsungnya efek berganda (multiplier effects) pada keseluruhan bisnis
proses migas bagi perekonomian nasional," ujar Benny dalam keterangan
tertulis, Senin (11/5/2020).
Selanjutnya dalam jangka menengah dan jangka panjang, IATMI
menilai COVID-19 ini harus dijadikan momentum bagi pemangku kepentingan di
sektor hulu migas untuk lebih investor friendly, memangkas proses perizinan,
koordinasi dan birokrasi yang selama ini berdampak terhadap ekonomi biaya
tinggi. Perlunya meningkatkan daya saing investasi sektor hulu migas di tanah
air menjadi semakin mendesak.
"Saat ini semua negara-negara produsen minyak sedang
menyiapkan skema/model bisnis migas baru dalam rangka memperbaiki daya saing
negara tersebut," kata Benny.
Dirinya juga menegaskan, IATMI akan mendukung pemerintah dan
pelaku industri hulu melakukan langkah cepat yang diperlukan untuk
mengantisipasi persaingan di era yang sama sekali berbeda.
Pada tahun 2015 dan 2016, lanjut Benny, harga minyak juga
mengalami penurunan cukup tajam karena kelebihan pasokan akibat munculnya
produsen baru US shale oil. Namun, kondisi tahun 2020 ini jauh lebih kompleks,
karena kombinasi mendadak hilangnya permintaan yang signifikan akibat pandemi
COVID-19 dan produksi minyak global yang masih berlimpah.
Tentunya industri hulu migas Indonesia bagian dari industri
migas global terdampak langsung dengan kondisi ini. Sebelumnya, ketika harga
minyak turun drastis, SKK Migas, KKKS bersama dengan industri penunjang
melakukan berbagai upaya efisiensi biaya yang cukup berhasil.
"Pada kondisi COVID-19 ini, IATMI melihat perlunya
kembali didorong upaya-upaya ekstra dari semua pemangku kepentingan agar
industri hulu migas tetap dapat survive beroperasi," ungkapnya.
Sementara itu, Sekjen IATMI, Hadi ismoyo menambahkan ada
pertimbangan teknis reservoir di mana terkadang tidak selalu mudah memilih opsi
menutup sumur. KKKS tentu akan terus melakukan upaya-upaya efisiensi.
Di samping itu tetap diperlukan dukungan pemerintah melalui
Kementerian ESDM serta kementerian dan lembaga terkait berupa stimulus fiskal,
untuk mendorong kegiatan dalam jangka pendek agar tetap dapat berlangsung.
Dukungan stimulus fiskal tersebut bisa saja bersifat sementara, selama periode
tertentu akibat dampak COVID-19 ini.
Sumber: Detik.com