Jakarta - Wabah virus Corona yang menyerang Indonesia tak
dipungkiri membuat dunia industri dan ketenagakerjaan di Indonesia limbung.
Ekonom Universitas Padjadjaran Aldrin Herwany, menilai Omnibus Law RUU Cipta
Kerja bisa menjadi pilihan yang bisa segera diambil pemerintah untuk
mempercepat pemulihan pascakrisis.
Dalam seminar daring PWI Jabar Pokja Gedung Sate bertajuk
"Aspirasi untuk RUU Cipta Kerja dalam Membangun Kembali Sektor
Ketenagakerjaan, Industri, dan UMKM Pasca Pandemi COVID-19", Aldrin
mengatakan pada prinsipnya RUU Cipta Kerja dibuat untuk mempercepat dan
menghilangkan kerumitan investasi, khususnya untuk mengurangi dampak krisis.
"Banyak aturan dan regulasi yang tumpang tindih selama
ini yang membuat kecepatan realisasi investasi kita terhambat baik di pusat
atau daerah. Ini tidak bisa lagi terjadi karena ekonomi kita sudah terpukul
karena pandemi," kata Aldrin, Kamis (7/5/2020).
Menurutnya, Indonesia saat ini dinilai masih tertinggal dan
tidak kompetitif dalam pemeringkatan Ease of Doing Bussiness (EoDB). Bahkan di
tingkat ASEAN, Indonesia menduduki peringkat tiga terbawah, di atas Filipina
dan Myanmar atau ke-73 sedunia.
"Kemudahan mendapatkan perizinan, bahkan Indonesia
paling bontot di ASEAN. Makanya, payung Omnibus Law yang sifatnya sapu jagat,
membasmi aturan tumpang tindih, ini bisa menyelesaikan masalah ini," kata
Aldrin.
"Semua investor punya desire ingin investasi, sedang
mencari tempat aman dan enggak ribet peraturannya. Kalau ketok palu sekarang
RUU Cipta Kerja, saya yakin, investor akan pilih Indonesia setelah pandemi
Covid-19. Karena selama ini risk di kita tinggi, investor sedang wait and see,
kalau sekarang ada gebrakan seperti RUU ini, investor akan lari ke kita, yang
nganggur akibat pandemi akan terserap," katanya.
Pakar ketenagakerjaan dari Indonesian Consultant at Law
(IClaw) Hemasari Dharmabumi melihat Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja
mengembalikan fungsi regulasi dan negara sebagai garis pengaman.
"Selama ini, UU Ketenagakerjaan kita ini hanya
dimanfaatkan untuk merongrong peningkatan kesejahteraan. Padahal, kesejahteraan
itu harusnya dilakukan berdasarkan proses perundingan antara pekerja dengan
pengusaha," kata Hemasari dalam seminar yang sama.
Ia melihat, tugas pemerintah terkait ketenagakerjaan cukup
jelas, dengan memberikan pengaman dan perlindungan tenaga kerja. Namun, pada
kenyataannya para serikat pekerja memanfaatkan aturan untuk terus meningkatkan
kesejahteraan.
"Ini tidak ada relevansi antara serikat pekerja dengan
pekerjanya. Harusnya, serikat pekerja ini menjembatani dan memfasilitasi
peningkatan kesejahteraan dengan para pengusaha bukan terus menekan
pemerintah," kata Hemasari.
"Apa yang terjadi malah muncul praktik mafia pengawasan
regulasi ketenagakerjaan," imbuhnya.
Hemasari juga menambahkan penerapan UMK sektoral yang
terlalu tinggi, membuat pengusaha di bidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
(UMKM) tidak akan bisa memenuhi kewajibannya.
Padahal, UMKM adalah salah satu
sektor yang menyerap paling banyak tenaga kerja di Indonesia.
"Semakin banyak jumlah UMKM, kalau terus harus
mengikuti upah sektoral, maka dapat berarti semakin banyak orang bekerja yang
tidak terlindungi oleh regulasi. Ini kan tidak baik," kata Hemasari.
Menurutnya Indonesia merupakan satu-satunya negara yang
memiliki lebih dari 300 jenis upah minumum, yang terdiri dari 34 Upah Minimun
Provinsi (UMP) yang kembali bercabang di level kabupaten/kota."Jumlahnya
sampai 333 jenis upah minimum. Padahal, negara sebesar Cina saja hanya ada tiga
klaster upah. Indonesia yang paling banyak dan paling rumit sistem
ketenagakerjaannya," kata Hemasari menambahkan.
Konsultan Organisasi Buruh Internasional untuk PBB (ILO) ini
menekankan, yang paling harus dicermati dari RUU Cipta Kerja adalah menciptakan
tenaga kerja, dengan menyelaraskan berbagai peraturan yang tumpang tindih,
sehingga investasi makin efektif dan menggiurkan bagi investor, dan akhirnya
terciptanya lapangan kerja yang cepat.
"Akan ada masanya, ketika pihak yang mempersulit
pengesahan RUU Cipta Kerja akan menjadi public enemy. Karena menghambat
penciptaan lapangan kerja secara cepat yang dibutuhkan masyarakat. Nanti akan
muncul permintaan rakyat sendiri, siapapun yang akan menyediakan lapangan
pekerjaan, akan jadi pahlawan," katanya.
Sumber: Detik.com