Jakarta - Pengamat pangan dari Institute for Development of Economics
and Finance (Indef) Rusli Abdullah memprediksi stok beras dalam negeri tak
cukup untuk menutupi bulan-bulan di akhir tahun 2020, sebelum panen raya di
Maret 2021.
Rusli mengatakan, stok beras dikatakan aman jika surplus 8
juta ton untuk makan selama 3 bulan ke depan sambil menunggu masa panen raya di
bulan Maret 2021. Untuk antisipasi adanya kelangkaan beras, Rusli menilai
pemerintah dari sekarang harus melakukan diversifikasi makanan pokok dari beras
menjadi seperti kedelai, sagu, dan singkong.
Menanggapi pernyataan tersebut, Kepala Badan Ketahanan
Pangan (BKP) Kementerian Pertanian (Kementan) Agung Hendriadi menilai ada
kekeliruan dalam prediksi Rusli tersebut.
"Berita ini narsumnya kurang memahami. Dalam sejarah
tidak pernah ada bulan kita tidak berproduksi. Selalu ada produksi walaupun
kurang dari kebutuhan per bulan 2,2 jt ton," kata Agung dalam keterangan
resmi yang diterima detikcom, Sabtu (9/5/2020).
Menurutnya, di bulan sulit yakni November 2020 hingga
Februari 2021, tetap ada produksi beras dengan panen minimal 1 juta ton.
"Dalam kondisi tersulit kita bisa produksi sd 1 jt ton.
Kalau 4 bulan berarti butuh tambahan 4,8 jt ton. Bulan sulit bagi kita rata
rata November, Desember, Januari, Februari", jelasnya.
Meski begitu, Kementan yakin dengan panen raya saat ini stok
beras di bulan-bulan tersebut bisa dipenuhi. Pasalnya, Kementan memperkirakan
produksi beras pada Juni mendatang surplus 6,4 juta ton. Perkiraan ini
didasarkan pada produksi dan kebutuhan konsumsi bulanan, serta memperhitungkan
stok yang ada.
"Kalau stok akhir September berkisar 7 ton, maka akan
aman sampai dengan Februari, bahkan untuk 5 bulan ke depannya, dan Maret
biasanya sudah panen," pungkas Agung.
Sumber: Detik.com