Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah berbicara mengenai virus Corona gelombang kedua.
Pertama, saat dia berbicara soal ketidakpastian akhir pandemi. Kedua, saat
Jokowi berbicara soal kepulangan tenaga kerja Indonesia (TKI) dari luar negeri.
Bahaya virus Corona gelombang kedua bisa dipicu oleh faktor relaksasi pembatasan sosial.
Sebagaimana dilansir CNN, diakses detikcom Senin (4/5/2020),
topik soal potensi wabah COVID-19
gelombang kedua juga menjadi pembicaraan di Amerika Serikat (AS).
Dokter ahli penyakit menular yang disegani di AS, Anthony
Fauci, memprediksi wabah ini bisa kembali lagi setelah AS mengalami penurunan
kasus.
Pemicu pertama wabah Corona gelombang kedua yakni bila
negara mengakhiri pembatasan sosial terlalu cepat. Bila itu terjadi, maka
negara yang bersangkutan bakal mengalami lonjakaan angka kematian. Agar itu
tidak terjadi, maka pengetesan terhadap virus Corona, pelacakan kasus, dan
isolasi bagi mereka yang tertular Corona adalah faktor penting supaya gelombang
kedua tidak terjadi di AS.
Sama dengan Anthony Fauci, kepala kantor medis Dignity
Health Southern California bernama Nicholas Testa juga berpedapat pelonggaran
social distancing bisa memicu gelombang kedua.
"Pertama, yakni relaksasi dari social distancing yang
kita terapkan... Segera setelah itu terjadi, pasti kita akan melihat gelombang
kedua - pertanyaannya adalah seberapa signifikan itu akan terjadi?" kata
Nicholas Testa, dilansir ABC7.
Pemicu kedua wabah Corona gelombang kedua adalah faktor
musiman. Meski demikian, faktor apakah virus ini musiman atau bukan belumlah
terlalu pasti. Jadi, faktor kedua ini bisa ditanggulangi potensi bahayanya
dengan social distancing.
Pengajar senior di Institut Infeksi dan Imunitas Doherty,
Universitas Melbourne, serta pakar kesehatan masyarakat dari UNSW James Wood
berbicara mengenai potensi gelombang kedua di negara-negara yang tampaknya
sudah mulai mengalami penurunan kasus Corona, seperti Korea Selatan, Singapura,
dan Taiwan. Gelombang kedua bisa saja terjadi karena pandemi di seluruh dunia
masih berlangsung. China mulai melonggarkan pembatasan bepergian untuk
warganya, dunia melihat apa yang akan terjadi selanjutnya.
Dia berbicara mengenai herd immunity atau kekebalan
kelompok. Asumsinya, orang yang pernah kena Corona tak akan dengan mudah sakit
lagi oleh penyakit yang sama karena kekebalan tubuh sudah terbentuk. Semakin
banyak orang di suatu negara pernah terkena Corona, semakin banyak pula orang
yang kebal Corona.
"Bila suatu masyarakat tidak mencapai herd immunity,
sejumlah orang yang rentan mungkin tetap bisa memicu gelombang kedua bila
kontrol dilonggarkan dan penularan dihadirkan kembali," tulis mereka,
dilansir ABC Australia dari The Conversation.
Dari Indonesia, Tim SimcovID yang terdiri dari para ilmuwan
lintas universitas pernah membuat permodelan mengenai gelombang kedua virus
Corona. Peneliti matematika epidemiologi ITB dari Tim SimcovID, Nuning Nuraini,
menjelaskan besar atau kecilnya gelombang kedua juga dipengaruhi oleh herd
immunity.
Bila pemerintah menjalankan skenario tanpa intervensi, akan
banyak orang terkena Corona dengan banyak korban jiwa, tapi herd immunity
terbentuk dan gelombang kedua bisa dihindari. Bila pembatasan sosial dilakukan
secara lebih ketat berupa karantina wilayah, herd immunity yang terbentuk bakal
lebih kecil dan kemungkinan gelombang kedua bisa terjadi.
"Bisa terjadi kembali (gelombang kedua), tapi tidak
setinggi yang pertama," kata Nuning Nuraini kepada detikcom, 10 April
lalu, saat menjelaskan permodelan matematika mengenai intervensi pemerintah
terhadap wabah ini.
Sebagaimana diketahui, pembatasan sosial yang diterapkan di
Indonesia adalah pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Bila para ilmuwan
memprediksi relaksasi pembatasan sosial yang terlalu dini bisa memicu Corona
gelombang kedua, maka Indonesia saat ini sudah mulai berbicara mengenai
relaksasi PSBB.
Menko Polhukam Mahfud Md menyampaikan bahwa pemerintah saat
ini sedang memikirkan adanya relaksasi PSBB. Hal itu menanggapi adanya keluhan
masyarakat yang tidak dapat melakukan aktivitas dengan bebas saat PSBB.
"Kita tahu ada keluhan ini sulit keluar, sulit
berbelanja, dan sebagainya, sulit mencari nafkah dan sebagainya. Kita sudah
sedang memikirkan apa yang disebut relaksasi PSBB," kata Mahfud saat
siaran langsung melalui Instagram-nya, @mohmahfudmd, Sabtu (2/5).
Pelonggaran-pelonggaran aktivitas pada relaksasi PSBB itu
seperti mengizinkan rumah makan untuk buka, tapi dengan menerapkan protokol
tertentu. Menurutnya, imunitas masyarakat bisa menurun jika masyarakat merasa
stres karena dikekang aturan PSBB.
Sumber: Detik.com