Jakarta - Polemik pembayaran dana bagi hasil (DBH) dari
pemerintah pusat kepada pemerintah provinsi DKI Jakarta merambat ke Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK). Hal ini lantaran dikaitkan oleh Menteri Keuangan Sri
Mulyani Indrawati.
Awalnya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meminta Kementerian Keuangan segera mencarikan kekurangan pembayaran dana bagi hasil untuk pemerintah provinsi yang dipimpinnya. Namun Sri Mulyani menyatakan DBH akan dilunasi setelah ada hasil audit BPK.
Ketua BPK Agung Firman Sampurna pun keberatan. Dia menjelaskan tak ada kaitannya antara pembayaran DBH dengan hasil pemeriksaan BPK.
"Tidak ada hubungan antara pembayaran kewajiban Kementerian Keuangan kepada Pemerintah Provinsi DKI atau pemerintah daerah yang mana pun, terkait kurang bayar kewajiban mereka, terkait dana bagi hasil dengan pemeriksaan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, tidak ada hubungannya," kata dia dalam telekonferensi, Senin (11/5/2020).
Awalnya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meminta Kementerian Keuangan segera mencarikan kekurangan pembayaran dana bagi hasil untuk pemerintah provinsi yang dipimpinnya. Namun Sri Mulyani menyatakan DBH akan dilunasi setelah ada hasil audit BPK.
Ketua BPK Agung Firman Sampurna pun keberatan. Dia menjelaskan tak ada kaitannya antara pembayaran DBH dengan hasil pemeriksaan BPK.
"Tidak ada hubungan antara pembayaran kewajiban Kementerian Keuangan kepada Pemerintah Provinsi DKI atau pemerintah daerah yang mana pun, terkait kurang bayar kewajiban mereka, terkait dana bagi hasil dengan pemeriksaan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, tidak ada hubungannya," kata dia dalam telekonferensi, Senin (11/5/2020).
Pihaknya pun sudah menyurati Sri Mulyani pada 28 April 2020 mengenai persoalan DBH tersebut.
"Silahkan saja Kementerian Keuangan untuk membuat keputusan mengenai masalah bayar atau tidak bayar itu ditangan Kementerian Keuangan, tidak perlu dihubung-hubungkan dengan pemeriksaan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan," tambahnya.
Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo pun
merespons hal tersebut. Pihaknya tak mau berpolemik dengan BPK.
"Sebenarnya Kemenkeu pun tidak merasa perlu berpolemik
dengan BPK karena memang soal DBH ini tidak ada kaitan secara kelembagaan
dengan institusi BPK. Tidak perlu persetujuan BPK terhadap pembayaran DBH ke
Daerah," kata dia kepada detikcom, Senin (11/5/2020).
Dia menjelaskan, yang ingin disampaikan oleh Sri Mulyani yaitu untuk pembayaran DBH kurang bayar dalam praktiknya didasarkan pada LKPP audited (telah selesai diaudit BPK), sehingga angkanya menjadi pasti.
Dia menjelaskan, yang ingin disampaikan oleh Sri Mulyani yaitu untuk pembayaran DBH kurang bayar dalam praktiknya didasarkan pada LKPP audited (telah selesai diaudit BPK), sehingga angkanya menjadi pasti.
Hal di atas diharapkan bisa menciptakan tata kelola (governance) yang lebih baik, tidak perlu penyesuaian lagi apabila ada perbedaan atau perubahan angka.
"Jadi perlu kami tegaskan, ini tidak ada kaitan kelembagaan apalagi membebankan pembayaran pada kinerja BPK," ujarnya.
Terkait surat yang dikirimkan Ketua BPK kepada Sri Mulyani untuk dapat melakukan pembayaran DBH kurang bayar, menurutnya akan sangat dipertimbangkan oleh Kemenkeu.
Sumber: Detik.com