Jakarta - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump
mendapatkan julukan baru yakni King of Debt alias Raja Utang. Di bawah
kepemimpinannya pemerintah AS secara agresif melakikan pinjaman hingga utangnya
menggunung dan memecahkan rekor.
Alih-alih mengurangi defisit ketika ekonomi AS sedang kuat,
Trump justru menumpuk lebih banyak utang untuk membiayai insentif pemotongan
pajak besar-besaran dan lonjakan belanja negara. Itu artinya AS tengah memasuki
masa krisis dalam kondisi keuangan yang sulit.
Melansir CNN, Kamis (7/5/2020), rasio utang terhadap PDB AS
mencapai hampir 80% bahkan sebelum pandemi virus Corona melanda. Rasio itu dua
kali lipat lebih tinggi dari rata-rata historis.
Sekarang, utang nasional AS meledak karena Washington
dipaksa untuk menyelamatkan ekonomi AS dari guncangan terbesar yang pernah ada.
Departemen Keuangan AS mengatakan minggu ini akan meminjam sekitar US$ 3
triliun atau setara Rp 45 kuadriliun pada kuartal ini saja. Angka itu hampir
enam kali lipat dari rekor utang AS sebelumnya pada 2008.
Jumlah utang negara AS saat ini begitu mengkhawatirkan.
Jumlahnya mencapai US$ 25 triliun atau setara Rp 375 kuadraliun. Meski begitu
mereka menilai saat ini bukan keputusan yang tepat untuk menghentikan utang.
Para ekonom sepakat bahwa Amerika Serikat harus terus
menumpuk utang untuk mencegah kejatuhan ekonomi yang lebih dalam lagi. Sebab
jika ekonomi benar-benar terpuruk maka AS tidak bisa membayar utang setelah
masa krisis pandemi ini berakhir.
Bahkan pengawas defisit mendesak Paman Sam untuk terus
meminjam.
Tapi tentu saja, akan ada konsekuensi jangka panjang dari
utang yang menggunung itu. Ujungnya akan muncul tingkat suku bunga yang lebih
tinggi, inflasi yang lebih besar dan kemungkinan pajak yang lebih tinggi.
Akan tetapi untuk saat ini, fokusnya adalah menjaga roda
perekonomian AS tetap bertahan. Pada bulan Maret, Kongres meloloskan paket
stimulus US$ 2,3 triliun, yang terbesar dalam sejarah AS.
Kantor Anggaran Kongres memperkirakan defisit anggaran
federal akan mencapai US$3,7 triliun tahun ini, naik dari US$1 triliun pada
tahun 2019.
Kemungkinan juga masih akan ada stimulus yang diberikan
pemerintah AS, sekitar US 2 triliun lagi akhir tahun ini. Stimulus itu untuk
membantu pemerintah negara bagian dan lokal yang terpukul oleh krisis.
Semua itu akan menambah tinggi tumpukan utang AS yang sudah
menggunung. Tetapi pihak AS percaya tidak ada pilihan lain untuk mencegah
krisis lebih lanjut.
Sumber: Detik.com