Foto: AP Photo: Kerusuhan dan penjarahan di AS terus berlangsung. |
Jakarta - Kerusuhan yang terjadi di Amerika Serikat (AS)
bisa mengganggu stabilitas perekonomian AS. Apalagi saat ini kondisi AS sedang
morat marit akibat terdampak COVID-19.
Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah mengungkapkan kerusuhan yang terjadi di AS tentu akan berdampak besar terhadap perekonomian negeri Paman Sam tersebut.
Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah mengungkapkan kerusuhan yang terjadi di AS tentu akan berdampak besar terhadap perekonomian negeri Paman Sam tersebut.
"Apalagi saat ini ekonomi AS sedang terpuruk oleh wabah
COVID-19," kata Piter saat dihubungi detikcom, Senin (1/6/2020).
Dia mengungkapkan jika kerusuhan ini tidak segera diatasi dikhawatirkan akan meluas dan menyebabkan krisis ekonomi yang lebih panjang dan dalam.
Dia mengungkapkan jika kerusuhan ini tidak segera diatasi dikhawatirkan akan meluas dan menyebabkan krisis ekonomi yang lebih panjang dan dalam.
Bahkan menurut Piter ini akan mengancam hegemoni AS di level global. Kemudian kondisi ini selanjutnya akan mempengaruhi aliran modal dunia.
"Negara-negara yang ekonominya sudah mulai membaik seiring meredanya wabah akan menjadi pilihan masuknya modal asing. Indonesia seharusnya bisa memanfaatkan momentum ini sehingga rupiah bisa melanjutkan penguatannya," jelas dia.
Kepala ekonom PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Ryan
Kiryanto mengungkapkan situasi kerusuahan yang ada di AS ini membuat persoalan
yang dihadapi pemerintah AS makin ruwet di saat dampak pandemi COVID-19 belum
tuntas.
"Meluasnya sentimen negatif publik hingga ke beberapa
state di AS dengan menjalarnya tindakan unjuk rasa atau demonstrasi anarkis
berpotensi menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintah AS dan
otoritas keamanan," kata dia.
Kemudian, jelang pilpres AS di November mendatang tentu saja menambah persoalan yang dihadapi AS makin kompleks seperti ekonomi, pengangguran, kesehatan, politik, hukum dan geopolitik.
Menurut dia, respon pasar bisa negatif karena aksi unjuk rasa sudah masuk hari kelima jelang keenam dan belum ada titik temu atau jalan keluar.
Kemudian, jelang pilpres AS di November mendatang tentu saja menambah persoalan yang dihadapi AS makin kompleks seperti ekonomi, pengangguran, kesehatan, politik, hukum dan geopolitik.
Menurut dia, respon pasar bisa negatif karena aksi unjuk rasa sudah masuk hari kelima jelang keenam dan belum ada titik temu atau jalan keluar.
Dia menyebut yang dikhawatirkan adalah cara penyelesaian yang mungkin berlarut-larut dan bisa menyulut situasi di AS makin memburuk.
"Bursa AS bisa tertekan, pun dengan indeks dolar AS tertekan terhadap mata uang lainnya. Tentu saja Rupiah diuntungkan dengan situasi buruk di AS sehingga berpeluang menguat ke kisaran Rp 14.750-Rp 14.850 per dolar AS," jelas dia.
Sumber: Detik.com