Ini yang Lebih Berbahaya dari Gelombang 'Tsunami' Kawah Ijen


Kawah Ijen, Banyuwangi/Foto file: Ardian Fanani

Banyuwangi - Gelombang 'tsunami' di Danau Kawah Ijen terjadi karena adanya gelembung gas yang pecah. Gas yang terkandung dalam gelembung tersebut mengandung racun.

Menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), gelembung itu terbentuk setelah terjadi pertemuan antara dua suhu berbeda. Yakni antara air kawah yang panas dan air hujan yang dingin.

PVMBG mengingatkan, yang paling berbahaya dari pecahnya gelembung tersebut bukan gelombang yang menerjang. Tapi gas beracun dari gelembung tersebut.

Dalam catatan 5 tahun terakhir di Pos Pantau Gunung Api (PPGA) Ijen, gelembung gas beracun beberapa kali membuat orang jatuh pingsan. Baik warga maupun penambang belerang.

"Kejadian upwelling atau munculnya gelembung di permukaan terjadi pada 2015, 2017, 2018, 2019 dan 2020," ujar Hendra Gunawan, Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api Wilayah Barat pada PVMBG kepada detikcom, Selasa (2/6/2020). 

"Dari catatan 5 tahun terakhir, setidaknya pemunculan gas tiba-tiba pada awal tahun musim hujan sudah terjadi beberapa kali. Hanya dulu korbannya terkena gas dan pingsan dan dirawat di rumah sakit selama beberapa hari," tambahnya.

Yang paling berbahaya, lanjut Hendra, terjadi pada 2018. Banyak korban keracunan dan pingsan. Gas beracun itu turun hingga sampai Watucapil, Kecamatan Ijen, Bondowoso. Total ada 27 orang mengalami sesak napas dan kesadaran menurun.
Sementara pada 2015 ada 5 penambang belerang yang mengalami gejala sama, setelah menghirup gas beracun dalam gelembung dari danau kawah. "Ada yang sampai pingsan namun selamat semua," sambungnya.

Jumat (29/5), terjadi gelombang mirip tsunami di Danau Kawah Ijen, Banyuwangi. Dalam peristiwa itu, seorang penambang belerang tewas. Jenazahnya ditemukan mengapung di danau keesokan harinya.


Sumber: Detik.com