Foto: Rachman Haryanto |
Jakarta - Pemerintah telah memperlebar defisit Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2020 menjadi 6,34% atau setara Rp
1.039,2 triliun terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Padahal, awalnya defisit
APBN ditargetkan hanya sebesar 1,76% atau setara Rp 307,2 triliun dari PDB.
Lalu, apa yang mendorong pemerintah mendorong pelebaran
defisit APBN kali ini?
Menurut Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Badan
Kebijakan Fiskal (BKF) Adi Budiarso salah satu faktor pendorong utamanya adalah
dikarenakan adanya pengeluaran sebagai respons untuk penanggulangan COVID-19.
"Kita itu diprediksi mungkin masih positif, prediksi di
outlook kita akhir tahun ini (pertumbuhan ekonomi) 1-2,3%. Skenario paling
buruk kita memprediksi adalah -0,4%. Immediate respons yang bisa kita lihat di dalam
penurunan di kuartal I-2020 itu juga mengindikasikan perlunya Indonesia
meningkatkan kapasitas kita dari kapasitas fiskal," kata Adi dalam diskusi
Dialogue Kita Edisi Juni 2020, Jumat (19/6/2020), dikutip Detik.com
Salah satu pengeluaran untuk penanggulangan COVID-19 adalah
berupa stimulus pajak untuk UMKM maupun Korporasi. Sehingga, bukan tidak
mungkin sepanjang 2020 ini, penerimaan pajak RI menyusut hingga hampir Rp 58,1
triliun.
"Kalau dilihat prediksi atau berdasarkan realisasi tax
ratio kita itu akan turun sekitar 2,5% berarti penerimaan perpajakan akan turun
hampir sekitar Rp 58,1 triliun," ungkapnya.
Selain itu, ada juga tambahan pengeluaran untuk belanja
negara sebesar Rp 125,3 triliun rupiah menjadi Rp 2.739,2 triliun. Tambahan
pengeluaran untuk belanja negara tersebut dibagi menjadi belanja pemerintah
pusat seperti belanja K/L, non K/L, kompensasi atas selisih tarif listrik dan
HJE BBM dan belanja penanganan dampak COVID-19.
"Kemudian pengeluaran tadi belanja negara, karena
mendapat tambahan secara keseluruhan ini menimbulkan adanya potensi gap yang
luar biasa," sambungnya.
Terakhir, ada tambahan untuk transfer ke daerah dan dana
desa sebesar Rp 1,2 triliun menjadi Rp 763,9 triliun.
"Ini dalam waktu dekat pemerintah akan terus memonitor
untuk implementasi dan eksekusi kebijakan ini benar-benar dilakukan dengan
menjaga kehati-hatian prinsip akuntabilitas dan profesionalisme yang
tinggi," tandasnya.