Kejati Terima Laporan Dugaan Korupsi Terkait Dana KKPA Kopsa-M di PTPN V



PEKANBARU - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau bidang pidana khusus (Pidsus) mengaku telah menerima laporan dugaan tindak pidana korupsi dari Indonesia Law Enforcement Monitoring (Inlaning). 

Dugaan Korupsi itu terkait pengelolaan dana Kredit Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA) Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa-M) Desa Pangkalan Baru Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar.

"Iya, laporannya ada," ucap Asisten Pidsus Kejati Riau, Hilman Azazi SH MH saat dikonfirmasi, ​​Kamis (16/7/2020), dikutip dari Klikmx.com.

Dalam laporan  itu, diperkirakan dana yang dikorupsikan sebanyak Rp100 miliar. Uang itu merupakan rentetan penyimpangan yang dilakukan oleh oknum di PTPN V.

Terkait dengan laporan tersebut, ditambahkan Hilman, saat ini pihaknya tengah melakukan penelaahan terlebih dahulu.

"Lagi ditelaah. Dugaan  ini kan sebelumnya diperdatakan. Sudah divonis, yang menang PTPN V. Sekarang prosesnya sedang banding," tambahnya.

Dalam pemberitaan sebelumnya, Direktur Inlaning, Dimpos Tampubolon mengatakan, pihaknya telah melaporkan dugaan tersebut pada 25 Juni 2020 lalu.

"Kami meminta Kejati Riau mengusut dugaan korupsi dalam pembangunan KKPA tersebut," tegas Dempos, Selasa (7/7/2020) lalu.‎

Diterangkannya, ada 4 hal yang menjadi menjadi fokus dalam laporan pihaknya. Pertama, diduga ada penyalahgunaan keuangan kredit KKPA oleh oknum PTPN V dalam pembangunan kebun KKPA atas kredit sebesar Rp54 miliar pada Bank BRI Agro Pekanbaru.

"Dana Rp54 miliar habis, tetapi kebun tidak dibangun dengan baik. Hal ini terbukti dari kondisi fisik kebun dan sarana prasarana kebun seperti jalan poros, jalan blok, dan gorong-gorong yang tidak layak. Akibatnya, negara (PTPN V) harus menanggung pembayaran kredit pada Bank BRI Agro karena hasil produksi kebun kelapa sawit Pola KKPA yang dibangun PTPN V adalah kebun gagal," terang Dimpos.

Bahkan, dilanjutkannya, 100 hektar dari lahan KKPA tersebut puso (gagal tanam). Akan tetapi, Sertifikat Hak Milik (SHM) dari lahan tersebut tetap diagunkan di Bank Mandiri Palembang.

"Ini artinya lahan puso tetap dibebani hutang dan dana pembangunan lahan puso tersebut kemana," lanjutnya.

Kemudian yang kedua, Inlaning menduga ada penggelembungan kredit pada saat pengalihan kredit dari Bank BRI Agro Pekanbaru ke Bank Mandiri Palembang.

"Karena kredit awal sebesar Rp54 miliar. Setelah 10 tahun berjalan bukannya berkurang tetapi malah tambah besar menjadi Rp83 miliar pada Bank Mandiri Palembang," tuturnya.

Selanjutnya yang ketiga, terhadap besarnya kredit yang dicairkan oleh Bank Mandiri Palembang, Inlaning menduga ada permainan. Karena sangat tidak masuk akal kebun gagal dengan produksi rata-rata sekitar 320 ton/ bulan pada tahun 2013 bisa dicairkan kredit sebesar Rp83 miliar dengan cicilan kredit Rp900 juta lebih perbulan. 

"Pencairan kredit sebesar Rp83 miliar tersebut masuk ke rekening PTPN V," 

Dijelaskannya, pencairan kredit yang tanpa Appraisal dari konsultan independen dan tanpa hasil penilaian fisik kebun oleh Dinas Perkebunan Kabupaten Kampar atau Provinsi Riau itu, menimbulkan kerugian negara yang besar. Hal tersebut karena kemampuan bayar Kopsa-M sangat minim akibat produksi kebun tidak sampai 0,5 ton/ bulan.   

"Perkiraan kita hingga berakhir kredit pada tahun 2023, negara (PTPN V) akan menanggung kerugian lebih dari Rp100 miliar, karena PTPN V merupakan penjamin (Avalist) berupa Corporate Guarantee atas hutang tersebut," jelasnya.

Terakhir, Inlaning menduga, ada penyalahgunaan keuangan kredit pada Bank Mandiri Palembang. Hal itu sesuai dengan Perjanjian Kerjasama No 07 tanggal 15 April 2013, kredit sebesar Rp83 miliar tersebut sebagian diperuntukkan untuk perbaikan kebun KKPA dan sarana prasarana kebun KKPA.

Akan tetapi faktanya, dana tersebut tidak dipergunakan untuk perbaikan kebun KKPA dan sarana prasarana kebun KKPA Kopsa-M. 

"Untuk apa dana tersebut digunakan, Kopsa-M sampai hari ini tidak mendapat penjelasan apapun dari PTPN V," jelasnya lagi.***