Ketua DPRD Kembali Disebut Terima Uang dari PT CGA



Pekanbaru -  Terkait dugaan gratifikasi proyek jalan Duri – Sei Pakning di Kabupaten Bengkalis, sidang lanjutan perkara dugaan korupsi gratifikasi yang menjerat Bupati Bengkalis non aktif, Amril Mukminin kembali bergulir di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Kamis (23/7/2020).

Dalam persidangan itu, Ketua DPRD Provinsi Riau, Indra Gunawan Eet, kembali disebut terima uang dari PT Citra Gading Asritama (CGA). Jumlahnya sebanyak Rp80 juta. Uang tersebut diserahkan saat Indra Gunawan Eet masih menjadi anggota dewan di kabupaten Bengkalis.

Fakta tersebut mencuat dari keterangan saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Adapun saksi yang mengatakan Indra Gunawan Eet menerima uang yakni, Rhemon Kamil, selaku Project Manager PT CGA. Rhemon Kamil bersaksi melalui sambungan aplikasi Zoom. Dimana, saat ini Rhemon Kamil berada di Provinsi Bengkulu, dan tidak bisa hadir langsung dalam persidangan.

Dalam kesaksiannya di hadapan majelis hakim yang dipimpin oleh Lilin Herlina SH MH, Rhemon Kamil mengatakan Pernah menerima uang dari seseorang bernama Nunung sebanyak Rp80 juta pada awal tahun 2017. Nunung diketahui merupakan orang PT CGA juga.

Uang itu kata Rhemon, rencananya akan diserahkan kepada Tajul Mudarris, mantan Kadis PUPR Bengkalis yang saat ini menjadi Plt Kepala BPBD Bengkalis. Dari Tajul Mudarris, uang tersebut nantinya diserahkan kepada Indra Gunawan Eet.

"Saya ingat 80 (juta). Rencananya mau diserahkan ke Pak Eet lewat pak Tajul," ucap Rhemon, dikutip dari Klikmx.com.

Dia melanjutkan, sayangnya uang itu hilang. Dikisahkan Rhemon, ketika itu ia baru saja mengambil uang di bank. Selanjutnya Rhemon menuju Kantor BPKP Riau di Jalan Jenderal Sudirman, Kota Pekanbaru. Karena di sana serah terima uang akan dilakukan sesuai perjanjian.

"Tapi uangnya hilang. Karena mobil saya mengalami pencurian pecah kaca. Saya waktu itu memang dipesankan menyerahkan ke Pak Eet lewat Tajul Mudarris," ujar Rhemon.

Menanggapi jawaban itu, JPU KPK Feby SH mengatakan bahwa keterangan Rhemon itu adalah fakta baru dalam persidangan.

"Keterangan saudara ini fakta baru," ungkapnya.

Hal itu diamini oleh saksi Rhemon. Karena katanya, terkait itu dirinya memang belum pernah ditanyai oleh penyidik.

Berlanjut, giliran penasehat hukum Amril Mukminin, Asep Ruhiat SAg SH MH yang mengajukan pertanyaan. Asep lantas kembali bertanya perihal kelanjutan pasca uang untuk Indra Gunawan Eet hilang.

"Apakah ada tindak lanjut 80 juta itu," tanya Asep.

"Saya lapor polisi, seminggu atau 10 hari, saudara Triyanto (karyawan PT CGA) datang, uangnya ditransfer Triyanto (orang PT CGA). Lalu uang itu diserahkan ke Pak Eet langsung, jumlahnya tetap Rp80 juta," jawab Rhemon.

Seingat Rhemon, penyerahan uang kepada Indra Gunawan Eet itu, dilakukan pada Maret 2017. Mendengar hal itu, Asep kembali bertanya kepada Rhemon.

"Eet pernah ke Surabaya ngambil jatah dia. Saksi tahu," tanya Asep.

"Tidak tahu," jawab Rhemon.

Selain itu, Rhemon juga dicecar pertanyaan perihal anggaran proyek Duri-Sei Pakning. Rhemon menerangkan bahwa anggaran untuk proyek tersebut pada tahun 2013 sebanyak Rp500 miliar lebih.
"Tahun 2013 itu Rp500 miliaran. Kalau multiyearsnya Rp2,3 triliun," terangnya.

Sebelumnya dalam surat dakwaan JPU KPK yang dibacakan dalam agenda sidang perdana, Amril Mukminin disebut menerima uang secara bertahap sebesar 520 ribu Dollar Singapura atau setara Rp5,2 miliar melalui ajudannya, Azrul Nor Manurung.

Uang itu, diterima Amril Mukminin dari Ichsan Suadi, pemilik PT CGA yang diserahkan melalui Triyanto, pegawai PT CGA, sebagai commitment fee dari pekerjaan proyek multiyear pembangunan Jalan Duri-Sei Pakning.

Tidak sampai disitu, Amril Mukminin selaku anggota DPRD Kabupaten Bengkalis 2014 -2019 dan Bupati Bengkalis 2016-2021, juga telah menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp23,6 miliar lebih dari dua orang pengusaha sawit. Uang diterima baik secara tunai, maupun dalam bentuk transfer, yang diserahkan kepada istri Amril Mukminin, Kasmarni.

Kedua pengusaha sawit itu, yakni Jonny Tjoa sebesar Rp12,7 miliar lebih dan Adyanto sebesar Rp10,9 miliar lebih.

Perbuatan Amril Mukminin itu bertentangan dengan kewajibannya selaku kepala daerah, sebagaimana Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah diubah dan ditambah beberapa kali terakhir dengan UU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas UU tentang Pemerintahan Daerah. 

Serta kewajiban Amril Mukminin sebagai penyelenggara negera sebagaimana UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

Atas perbuatannya, Amril Mukminin dijerat dalam Pasal 12 huruf a, Pasal 11, dan Pasal 12B ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.***