Ketua DPRD Ketika Ditanya Hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru




PEKANBARU - Ketua DPRD Provinsi Riau, Indra Gunawan Eet bersaksi di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Kamis (9/7/2020). Menggunakan kemeja lengan panjang berwarna merah maron dan celana panjang berbahan kain, pria yang akrab disapa Eet itu dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam perkara dugaan gratifikasi, dengan terdakwa Bupati Bengkalis non aktif, Amril Mukminin.

Di hadapan majelis hakim yang dipimpin oleh Lilin Herlina SH MH, Eet awalnya mengaku tidak tahu masalah pengesahan APBD 2013 yang diketuk palu pada tahun 2012.

"Saat itu selama 15 sampai 17 bulan saya tidak ada menjabat apapun, karena ada pemekaran (Kabupaten Kepulauan Meranti). Status cuma anggota DPRD (Bengkalis) saja saat itu," ucapnya, dikutip dari Klikmx.com.
Tidak sampai di situ, Eet juga mengaku tahu ada berapa kegiatan yang masuk dalam proyek Multiyears pada tahun tersebut.

"Saya tidak tahu berapa paket yang dibahas. Pengesahan saya tidak hadir. Tidak ikut rapat juga yang mulia," tuturnya.

Mendengar keterangan Eet seperti itu, hakim anggota Sahrudi SH tampak marah. Pasalnya, dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Eet dikatakan mengetahui proyek Duri-Sei Pakning yang masuk dalam anggaran tahun jamak.

"Anda ini bengak (bohong). Tadi anda bilang tidak tahu. Tapi dalam BAP anda tahu. Makanya anda dengar baik-baik pertanyaan hakim," berang hakim anggota.

Tidak sampai disitu, hakim ketua bahkan ikut memarahi Eet. Hal tersebut dikarenakan jawaban tidak tahunya dalam proyek multiyears tersebut.

"Anda anggota (DPRD Bengkalis) di sana. Masa tidak tahu ada proyek itu. Emang anda di sana tidur saja. Tidak tahu tidak tahu. Masa anda tidak tahu ada proyek untuk pembangunan Bengkalis. Yang benar saja," tutur hakim ketua.

Hakim anggota Sahrudi bahkan mengingatkan tim JPU KPK untuk mendalami keterangan Eet yang diduga sumpah palsu.

"Saudara penuntut umum tahu kan apa yang harus dilakukan kalau seandainya dia (Eet) berbohong, Pasal 21 Pasal 22. Supaya ikut sama-sama sekalian di dalam (penjara). Kalau saksinya berbohong ada konsekuensinya," jelas hakim anggota ke JPU KPK.

Dalam persidangan itu, Eet awalnya mengaku tidak tahu PT Citra Gading Asritama (CGA) yang memenangkan proyek Jalan Duri-Sei Pakning. Lagi-lagi hakim anggota Sahrudi terlihat marah.

"Tapi di BAP anda bilang PT CGA dari Surabaya. Terus, sekitar 2018, anda pernah cek ke lapangan proyek Duri-Sei Pakning. Di sana anda bertemu Korlap (koordinator lapangan) PT CGA. Benar kan ini," tanya hakim anggota Sahrudi.

"Benar," jawab Eet.

Mendengar jawaban Eet tersebut, hakim anggota Sahrudi kembali mengancamnya. Bahkan keterangan Eet yang berbelit-belit itu bisa menjadi masalah baru dalam perkara tersebut.

"Tuh kan, kalau anda seperti ini kami bisa mengevaluasi lagi keterangan anda. Jangan anda berpikir sampai di sini saja. Tapi keterangan anda ini menjadi masalah," terang hakim anggota.

"Saya ingatkan lagi saudara ada di atas yang mendengar saudara sudah disumpah," sambungnya.

 *Ngaku Tidak Terima Uang Ketuk Palu* 

Masih dalam persidangan itu, Eet mengaku tidak ada menerima uang ketuk palu. Bahkan dirinya juga membantah keterangan saksi sebelumnya, yakni Jamal Abdillah yang merupakan mantan Ketua DPRD Bengkalis, dan Ketua Fraksi Partai Golkar waktu itu, Firzal Fudhail.

"Saya tidak pernah terima uang dari mereka. Saya sudah disumpah, saya tidak pernah menerima uang dari Jamal dan Firzal. Dari Syahrul pun juga tidak," terangnya.

Dirinya bahkan pernah memperingatkan Ketua Fraksi Partai Golkar dan Bendahara saat itu untuk jangan pernah terima apapun. Hal itu dikarenakan dirinya mendapat info akan ada Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada saat pengesahan APBD 2013 yang dilaksanakan pada malam hari.
 
"Saat itu saya mendapat info ada uangnya dalam pengesahan itu. Makanya saya telfon Ketua Fraksi dan Bendahara. Karena ada info mau OTT," jelasnya.

Selain Eet, JPU KPK juga menghadirkan Abdul Kadir, Heru Wahyudi dan Zulhelmi. Mereka pernah menjadi pimpinan di DPRD Bengkalis. Tidak hanya itu, saksi lainnya yang dihadirkan JPU adalah Syahrul Ramadhan. Dia merupakan tangan kanan Jamal Abdillah yang kini juga mendekam di Rutan Sialang Bungkuk.

Untuk diketahui, Amril Mukminin didakwa JPU KPK dalam perkara dugaan gratifikasi. Jumlahnya beragam. Ada yang Rp5,2 miliar. Dan ada juga sebanyak Rp23,6 miliar lebih.

Uang Rp5,2 miliar, berasal dari PT CGA dalam proyek pembangunan Jalan Duri–Sei Pakning. 

Sedangkan uang Rp23,6 miliar lebih itu, dari 2 orang pengusaha sawit. Uang dari pengusaha sawit itu diterima Amril melalui istrinya, Kasmarni. Ada yang dalam bentuk tunai, maupun transfer. 

Atas perbuatannya, Amril dijerat dalam Pasal 12 huruf a, Pasal 11, dan Pasal 12B ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.***