Redenominasi, Martabat Rupiah Bisa Naik Kelas



Jakarta - Pemerintah berencana melakukan redenominasi rupiah. Mata uang nasional akan disederhanakan dengan memangkas jumlah angka nol tanpa mengurangi nilainya. Seperti uang Rp 1.000 akan dijadikan Rp 1.

Menurut Direktur Riset Centre of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengaku rencana ini bagus untuk meningkatkan martabat rupiah. Pasalnya, selama ini dengan jumlah nol yang banyak membuat rupiah terasa tak bernilai, untuk itu dia mengatakan harusnya rencana ini cepat dibahas dan disiapkan.

"Redenominasi kan penyederhanaan dengan hilangkan nol-nya, jadi Rp 1.000 jadi Rp 1. Ini kan bisa mengangkat martabat uang kita, yang seperti tidak bernilai saat ini karena nolnya kebanyakan, jadi saya kira harusnya cepat dibahas," kata Piter, Selasa (7/7/2020), saat dikutip Detik.com

Piter mengatakan justru proses redenominasi terkesan terlambat. Dia mengatakan harusnya rencana ini bisa dilakukan 5-10 tahun yang lalu karena kondisi ekonomi sedang bagus-bagusnya.

"Proses ini panjang, saya kira malah ini sudah terlalu lama kita tunda. Kalau dilihat dari persyaratan redenominasi yang berupa perekonomian stabil dan inflasi rendah itu sebenarnya sudah kita alami 5 bahkan 10 tahun lalu. Jadi saya kira ini sudah terlambat, nah karena prosesnya panjang harusnya ini dipercepat dibahas," kata Piter.

Piter mengatakan meski ada wabah COVID-19 menyerang, setidaknya pembahasan UU bisa cepat diselesaikan dan disahkan bersama DPR. Pasalnya, persiapan dan pelaksanaan redenominasi cukup memakan waktu, dia memperkirakan bisa sampai 5 tahun.

"Kalau nggak segera dibahas ini makin panjang, sekarang memang ada wabah COVID-19 tapi kan pembahasan di DPR kan lama, proses redenominasi juga kan lama. Setelah dapat UU-nya juga pelaksanaannya juga bertahun-tahun, persiapan selama 2 tahun, mengeluarkan uang rupiah barunya, pengenalannya, itu lama nggak setahun dua tahun, perkiraan saya sih lima tahun lah ini," ungkap Piter.

Berbeda dengan Piter, peneliti ekonomi Indef Bhima Yudhistira justru mengatakan redenominasi belum penting untuk dibahas sekarang. Menurutnya, apabila kondisi ekonomi sudah stabil, salah satunya dengan indikator pertumbuhan ekonomi bisa terjaga di atas 6% baru redenominasi bisa dilakukan.

"Saya kira momentum redenominasi perlu dikaji secara serius, jangan terburu-buru dan benar-benar ketika kondisi ekonomi sudah stabil. Inflasi stabil, kurs juga tidak fluktuatif berlebihan. Sampai pertumbuhan ekonomi bisa dijaga di atas 6% baru kita bahas redenominasi," sebut Bhima.

Lebih lanjut Bhima menekankan di tengah momentum pemulihan ekonomi karena pandemi Corona pemerintah diminta tidak mengeluarkan kebijakan yang kontraproduktif. Dia mengatakan dengan redenominasi bisa mempengaruhi penghitungan akuntansi dan adminstrasi puluhan juta perusahaan.

"Momentum pemulihan ekonomi sebaiknya jangan ada kebijakan yang kontraproduktif. Penyesuaian terhadap nominal baru akan mempengaruhi administrasi dan akuntansi puluhan juta perusahaan di Indonesia. UMKM saja ada 62 juta unit usaha," ungkap Bhima.

"Alih-alih mau pemulihan ekonomi, mereka sibuk mengatur soal nominal harga di barang yang dijual, bahan baku bahkan administrasi perpajakan," katanya.