Dua Saksi Sebut Rp23,5 Miliar Disetor Melalui Kasmarni Selama 7 Tahun

 


Pekanbaru - Istri terdakwa Amril Mukminin, Kasmarni dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi sidang dugaan suap dan  gratifikasi yang digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Kamis (27/8/2020). 

Dua saksi lain turut dihadirkan dan memberikan kesaksian skenario uang sejumlah total Rp23,5 miliar yang diterima eks Bupati Bengkalis tersebut dalam kurun tujuh tahun terakhir.

Kasmarni yang merupakan bakal calon Bupati Bengkalis mengundurkan diri jadi saksi. Diketahui berdasarkan sidang yang dipimpin majelis hakim, Lilin Herlina SH MH. Lalu, turut hadir jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta tim kuasa hukum Bupati Bengkalis nonaktif.

Saksi lain yang dimintai keterangan yakni Jonny Tjoa selaku Direktur Utama (Dirut) dan pemilik perusahaan sawit PT Mustika Agung Sawit Sejahtera (MASS). Lalu, Adyanto selaku Direktur dan pemilik PT Sawit Anugrah Sejahtera (SAS), dan Kasmarni selaku istri dari Amril Mukminin.

Jonny Tjoa mengaku, tidak mengetahui kala itu Amril Mukminin sebagai anggota DPRD Bengkalis. Ia hanya mengetahui, terdakwa sebagai tokoh masyarakat.

“Saya taunya dia (Amril, red) tokoh masyarakat. Itu tahun 2012. Saya punya PT di sana. Sebelum pertemuan dengan Amril, banyak gangguan di sana," aku Jonny Tjoa, dikutip Riaupos.co.

Dalam pertemuan tersebut, lanjut Jonny, dirinya membicarakan mengenai permasalahan yang terjadi di sekitaran pabriknya. Ia juga membicarakan supaya terdakwa memfasilitasi buah masyarakat untuk menjual ke pabriknya.

"Ada perjanjian, setiap buah yang masuk itu ada fee Rp5 per kilo. Kita transfer melalui rekening atas nama Kasmarni," jelasnya.

Fee perjanjian itu, disampaikan saksi, diserahkan ke Kasmarni berdasarkan arahan dari Bupati Bengkalis nonaktif. Yang mana, pemberiannya dilakukan setiap bulannya.

"Setoran per bulan. Kalau dihitung sekitar 12 miliar lebih. Itu terhitung sejak 2013 sampai 2019. Uang disetor ke Bank Cimb Niaga atas nama Kasmarni," sebutnya menambahkan.

Berbeda halnya dengan keterangan Adyanto. Ia menyampaikan, menyerahkan fee Rp5 perkilo hasil panen sawit kepada Kasmarni secara tunai.

"Saya langsung kasih ke Buk Kasmarni secara tunai. Amril yang nyuruh. Setor per bulan, biasa ada Rp180 juta, ya ga tentu, sesuai bon yang masuk," ungkap Direktur PT SAS.

Uang itu, lanjut dia, mulai diberikan kepada istri Amril Mukminin sejak tahun 2014 silam. Pemberian tersebut terhenti, setelah dirinya diperiksa oleh penyidik lembaga antirasuah pada Juli 2019.

“Terakhir setor setelah diperiksa KPK. Kalau ditotalkan sekitar Rp10 miliar lebih. Saya langsung setor tunai. Kadang Rp180 juta, tidak tentu. Kasmarni maupun Amril, tidak pernah keberatan," akunya.

Dalam surat dakwan subsider kedua menyatakan, terdakwa Amril Mukminin selaku anggota DPRD Kabupaten Bengkalis 2014 -2019, dan Bupati Bengkalis 2016-2021 telah menerima gratifikasi berupa uang setiap bulannya dari pengusaha sawit di Negeri Sri Junjungan. Dari pengusaha Jonny Tjoa sebesar Rp12.770.330.650 dan dari Adyanto sebesar Rp10.907.412.755.

Uang itu, diterima istri terdakwa secara tunai maupun ditransfer ke rekening bank atas nama Karmarni (istri terdakwa, red) pada Bank CIMB Niaga Syariah nomor rekening 4660113216180 nomor rekening 702114976200. Uang itu diterima di kediamannya pada Juli 2013-2019.

Pemberian uang tersebut berhubungan dengan jabatan dan berlawanan atas kewajiban atau tugasnya terdakwa sebagai anggota DPRD maupun Bupati Bengkalis. Selian itu, berlawanan terhadap kewajiban Amril sebagai penyelenggara Negera sebagaimana Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, dengan cara-cara di antaranya.

Pada 2013 lalu, Jonny Tjoa selaku Dirut dan pemilik perusahaan sawit PT Mustika Agung Sawit Sejahtera meminta bantuan Amril, untuk mengajak masyarakat setempat agar memasukkan buah sawit ke perusahaan tersebut dan mengamankan kelancaran operasional produksi perusahaan.

Atas bantuan tersebut, Jonny Tjoa memberikan kompensasi berupa uang kepada Terdakwa sebesar Rp5 per kilogram TBS dari total buah sawit yang masuk ke dalam pabrik. Sehingga, terhitung sejak Juli 2013 dikirimkan uang setiap bulannya dengan cara ditransfer ke rekening atas nama Kasmarni, Pemberian uang itu, terus berlanjut hingga terdakwa dilantik menjadi Bupati Bengkalis pada 2016 lalu. Tak hanya dari Jonny Tjoa, Amril Mukminim juga menerima gratifikasi dari Adyanto selaku direktur dan pemilik PT Sawit Anugrah Sejahtera, saat masih menjabat sebagai anggota DPRD Bengkalis terhadap bantuan mengamankan kelancaran operasional pabrik. Atas bantuan tersebut, Adyanto memberikan kompensasi berupa uang kepada Terdakwa dari prosentase keuntungan yaitu sebesar Rp5 per kilogram TBS dari total buah sawit yang masuk ke dalam pabrik. Uang tersebut diberikan setiap bulannya sejak awal tahun 2014 yang diserahkan secara tunai kepada Kasmarni (istri Terdakwa) di rumah kediaman terdakwa. Sehingga uang yang telah diterima terdakwa dari Adyanto seluruhnya sebesar Rp10.907.412.755.

Penerimaan uang yang merupakan gratifikasi tersebut tidak pernah dilaporkan oleh terdakwa kepada KPK idalam tenggang waktu 30 hari kerja. Hal ini, sebagaimana dipersyaratkan dalam undang-undang dan merupakan pemberian suap karena berhubungan dengan jabatan Terdakwa selaku anggota DPRD Kabupaten Bengkalis dan selaku Bupati Bengkalis 2016-2021.

Perbuatan terdakwa melanggar Pasal 12 B ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.