Mantan Gubernur Riau Annas Maamun Sudah Bebas

Pekanbaru - Mantan Gubernur Riau Annas Maamun akhirnya menghirup udara bebas. Ia bebas dari Lapas Suka Miskin, Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat (Jabar) pada Senin (21/9/2020). 

Bebasnya mantan Ketua DPD Golkar Riau itu, setelah mendapatkan grasi dari Presiden Joko Widodo pada bulan Oktober tahun lalu.

Perihal bebasnya narapidana kasus suap alih fungsi hutan Riau ini, dibenarkan sang menantu, Dwi Agus Sumarno. Dikatakannya, saat ini Annas Maamun masih berada di Kota Bandung.

"Beliau masih di Bandung, menjalani pemeriksaan kesehatan di sana," ucap Dwi Agus, dikutip dari Klikmx.com.

Setelah menjalani pemeriksaan kesehatan di Kota Kembang, dilanjutkannya,  Annas Maamun akan ke Jakarta terlebih dahulu.

"Beliau direncanakan akan ziarah ke makam adiknya di Jakarta," lanjutnya.

Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Riau ini belum bisa memastikan kapan mantan Bupati Rokan Hilir itu pulang ke Riau. Jika kondisi kesehatannya memungkinkan, Dwi menyebut Annas segera pulang.

"Jika kondisi kesehatan beliau membaik, beliau akan kembali ke Riau. Kapan waktunya, belum bisa dipastikan," terangnya.

"Apalagi beliau sudah terlalu lama di dalam (Lapas Sukamiskin), ditambah faktor usia," sambungnya.

Terpisah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat dikonfirmasi terkait dengan bebasnya Annas Maamun itu mengatakan, hal tersebut merupakan kewenangan dari pihak Kementrian Hukum dan HAM.

"Tugas pokok fungsi KPK sebagaimana diatur dalam Pasal 6 huruf f Undang-undang KPK, yakni melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Jaksa eksekutor KPK telah mengeksekusi pidana badan dan denda serta memasukkan yang bersangkutan (Annas Maamun) ke dalam Lapas Sukamiskin," terang Plt Jubir KPK, Ali Fikri SH MH.

Mengenai dengan pembinaan narapidana dan hak-haknya tentu selanjutnya menjadi wewenang sepenuhnya pihak Kementrian Hukum dan HAM," sambungnya.

Annas dalam perkara suap alih fungsi hutan Riau divonis 7 tahun penjara. Oktober tahun lalu, Annas mendapat grasi dari Presiden Joko Widodo dengan pengurangan hukuman selama 1 tahun.

Selain alih fungsi hutan, Annas juga terjerat dalam perkara suap rencananya perubahan anggaran pendapatan dan belanja daerah perubahan (RAPBD-P) Riau 2014 dan RAPBD Riau Tahun 2015.

Untuk perkara ini, Annas belum pernah diadili. Saat Jaksa KPK akan membawanya ke Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Annas langsung jatuh sakit. 

Dalam kasus suap APBD ini, sejumlah anggota DPRD Riau kala itu, terserset dan sudah divonis. Di antaranya mantan Ketua DPRD Riau dan mantan Bupati Rokan Hulu Suparman.

Suap bernilai Rp1 miliar untuk ketuk palu itu juga menyeret Ahmad Kirjauhari, mantan Ketua DPRD Riau Johar Firdaus, dan Riki Hariansyah. Mereka dinyatakan turut secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi.

Dari data yang dihimpun, perkara Annas bermula saat KPK melakukan operasi tangkap tangan pada 25 September 2014 di rumahnya di Cibubur, Jakarta Timur bersama 9 orang lainnya. Dalam kasus suap alih fungsi hutan 140 hektare di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau, KPK menyebut Annas menerima Rp 2 miliar.

Dalam persidangan, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung memvonis Annas hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan. Ditingkat kasasi, hukuman Annas menjadi 7 tahun. 

Majelis hakim menyatakan Annas terbukti menerima suap sebesar USD 166,100 dari Gulat Medali Emas Manurung dan Edison Marudut. 

Gulat dan Edison meminta area kebun sawit di Kabupaten Kuantan Sengingi seluas 1.188 hektare, Bagan Sinembah di Kabupaten Rokan Hilir seluas 1.124 hektare, serta Duri Kabupaten Bengkalis seluas 120 hektare masuk ke dalam surat revisi rencana tata ruang tata wilayah atau bukan kawasan hutan di Provinsi Riau.

Selain itu, Annas terbukti menerima hadiah uang sebesar Rp500 juta dari Gulat agar memenangkan PT Citra Hokiana Triutama milik Edison dalam pelaksana proyek pada Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Riau.

Annas juga didakwa menerima uang Rp3 miliar untuk melicinkan lokasi perkebunan empat perusahaan di Kabupaten Indragiri Hulu. Hanya saja dakwaan ini tidak terbukti. 

Dari kasus tersebut, KPK bahkan telah menetapkan tersangka korporasi, yakni PT Palma Satu. KPK menyangka anak usaha PT Duta Palma Group itu menyuap Annas terkait revisi alih fungsi hutan di Provinsi Riau tahun 2014.

Selain menetapkan tersangka korporasi, KPK juga menetapkan pemilik PT Duta Palma, Surya Darmadi dan Legal Manager PT Duta Palma Suheri Terta menjadi tersangka. Nama terakhir divonis bebas di Pengadilan Tipikor Pekanbaru. 

KPK menyangka ketiga pihak itu menyuap Annas Rp3 miliar untuk mengeluarkan lokasi perkebunan milik PT Duta Palma dari kawasan hutan. Dengan begitu, produk perusahaan sawit tersebut mendapat predikat Indonesian Suistanable Palm Oil yang bisa diimpor ke luar negeri.