DPR RI Sepakati RUU Ciptaker, Pengamat: Banyak Mudaratnya

Jakarta - Pemerintah dan DPR RI baru saja menyepakati Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi undang-undang (UU) dalam rapat paripurna. Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menuturkan, hal ini bagaikan mimpi buruk yang jadi kenyataan untuk para buruh.

"Buat saya banyak mudaratnya, yang diributkan teman-teman buruh itu bisa terjadi betul," ujar Agus, Senin (5/10/2020), dikutip dari Detik.com.

Hal itu diamini pula oleh Ekonom dari CORE Indonesia Mohammad Faisal. Namun, tak semua yang ditakutkan relevan. Ada beberapa yang mesti didalami lagi bersama-sama. Namun, yang keliru adalah pengambilan keputusan yang terkesan terburu-buru itu.

Berikut 7 poin ketakutan buruh kepada RUU Cipta Kerja:

1. UMK Dibuat Bersyarat

Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dibuat bersyarat memerhatikan laju inflasi atau pertumbuhan ekonomi dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) dihapus dalam RUU Cipta Kerja.

2. Pesangon Dikurangi Jadi 25 Kali Upah

RUU Cipta Kerja mengurangi pesangon dari 32 kali upah menjadi 25 kali upah yang mana 19 bulan dibayar pengusaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan.

3. Kontrak Kerja Seumur Hidup

Buruh menolak adanya Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) seumur hidup tanpa batas waktu kontrak bagi pekerja.

4. Outsourcing Seumur Hidup

Pekerja outsourcing disebut bisa seumur hidup tanpa batas jenis pekerjaan yang boleh di outsourcing. Padahal sebelumnya outsourcing dibatasi hanya untuk lima jenis pekerjaan saja.

5. Baru Dapat Kompensasi Minimal 1 Tahun

Dalam RUU Cipta Kerja disebutkan, buruh kontrak yang mendapat kompensasi adalah yang memiliki masa kerja minimal 1 tahun. Hal itu ia nilai bisa menjadi masalah serius bagi buruh. Alasannya pihak yang akan membayar Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk karyawan kontrak dan outsourcing menjadi tidak jelas.

Pengusaha bisa mengontrak buruh di bawah satu tahun untuk menghindari membayar kompensasi.

6. Waktu Kerja yang Eksploitatif

Buruh menolak waktu kerja yang disepakati dalam RUU Cipta Kerja karena dinilai bersifat eksploitatif.

Berdasarkan materi ringkasan yang diterima detikcom, waktu kerja dalam RUU Cipta Kerja diatur lebih fleksibel untuk pekerjaan paruh waktu menjadi paling lama 8 jam per hari atau 40 jam per minggu. Sedangkan untuk pekerjaan khusus seperti di sektor migas, pertambangan, perkebunan, pertanian dan perikanan dapat melebihi 8 jam per hari.

7. Hak Upah di Cuti yang Hilang

Hak cuti melahirkan dan haid tidak dihilangkan, tetapi selama cuti tersebut buruh menjadi tidak dibayar. Itulah yang tidak disetujui oleh para buruh.

Para buruh ingin selama cuti haid dan melahirkan tersebut buruh tetap diberikan haknya sebagai pekerja. Jika buruh tidak dibayar selama cuti, menurutnya telah bertentangan dengan Organisasi perburuhan internasional (ILO).