Penarikan Vaksin di Pekanbaru Diharapkan Tidak Picu Ketidakpercayaan Masyarakat

Pekanbaru - DPRD Riau angkat bicara terkait penarikan vaksin dari 28 Rumah Sakit dan Puskesmas di Pekanbaru dengan alasan ketidakcocokan data. 

Wakil Ketua DPRD Riau, Agung Nugroho mengatakan, harus ada langkah yang dilakukan agar tidak timbul di masyarakat ketidakpercayaan terhadap vaksin yang menjadi program pemerintah pusat tersebut.

"Jangan sampai masyarakat termakan isu hoax, kepercayaan terhadap vaksin menurun, itu jangan sampai terjadi," kata Agung, Sabtu (12/6/2021), dikutip dari Cakaplah.com.

"Kita juga tak boleh menyalahkan Nakes dalam ketidakcocokan data ini. Harus dicari jalan tengah sama - sama. Karena targetnya 70 persen masyarakat Riau harus tervaksin," cakapnya lagi.

Sementara itu, Anggota Komisi V DPRD Riau, Ade Hartati Rahmat menilai, kejadian tersebut karena kecerobohon fatal dari Pemko sebagai pelaksana, dan Pemrov yang mendistribusikan vaksin.

"Ini karena apa, ini karena dilakukan tanpa perencanaan yangmemuat terkait prioritas penerima dan jumlah vaksin yang ada. Jumlah total vaksin masuk 65 ribu, berbanding dengan jumlah penduduk Riau 6,5 juta jiwa. Maka harus ada skala prioritas," tegasnya.

Sebelummya, Dinas Kesehatan (Diskes) Kota Pekanbaru menarik seluruh vaksin di 28 rumah sakit dan juga Puskesmas. Instansi itu sudah melayangkan surat penarikan kepada seluruh direktur rumah sakit itu.

Pelaksana tugas Kepala Diskes Kota Pekanbaru Arnaldo Eka Putra saat dikonfirmasi membenarkan hal itu. Katanya, penarikan vaksin itu lantaran ada ketidakcocokan data.

Arnaldo menyebut, data vaksin di rumah sakit tidak sesuai dengan jumlah persediaan dosis vaksin. Ia menjelaskan, data jumlah vaksin seharusnya terdapat dalam Sistem Monitoring Imunisasi Logistik secara Elektronik (SMILE).

"Vaksin disuntikan tapi tidak cocok dengan data P-Care. Pihak rumah sakit harusnya memasukkan data warga yang sudah suntik vaksin dalam data P-Care. Mereka yang sudah suntik vaksin mestinya tercatat. Petugas melakukan input dalam data P-Care," kata Arnaldo.

Menurutnya, petugas di rumah sakit juga harus memasukkan data warga penerima vaksin secara manual ke data excel.

"Datanya tidak cocok, Walikota dan Dinkes Provinsi mempertanyakan itu. Sebab vaksin yang terpakai di rumah sakit tidak terdata dengan baik," jelasnya