Perang Minyak: Rusia Hantam Minyak Amerika Serikat


Jakarta - Pekan lalu Rusia membuat keputusan yang mengejutkan dengan menolak permintaan sekutunya OPEC (organisasi negara produsen minyak). Penolakan Rusia itu diambil dengan tujuan menghantam minyak AS (shale oil) yang selama ini bertahan dengan harga tinggi.

Tujuan Putin sebenarnya bukan melawan Arab Saudi, namun untuk merebut kembali pangsa pasar dari AS.

Presiden Rusia Vladimir Putin mengetahui bahwa industri minyak Amerika Serikat (AS) dibangun dari utang yang menggunung dan rapuh. Jadi, ketika Arab Saudi meminta pengurangan produksi untuk menahan penurunan harga minyak lantaran kelebihan pasokan, Putin memutuskan untuk melawan.

Setelah Arab Saudi mengatakan akan mengguyur pasokan minyak setelah permintaannya untuk menahan produksi ditolak oleh Rusia. Harga minyak dunia anjlok pada Senin (9/3/2020).

Harga minyak mentah menjadi sangat murah, AS anjlok sampai 26% ke level terendah dalam empat tahun, yakni US$ 31,13 per barel.

Sehingga banyak perusahaan shale oil AS akan terpaksa memangkas produksi. Kekhawatiran kebangkrutan sudah merayap melalui patch minyak.

Krisis energi pada 2014-2016 terancam akan terulang. Kejadian itu membangkrutkan puluhan perusahaan minyak dan gas AS dan menyebabkan ratusan ribu PHK.

Saham perusahaan minyak besar seperti ExxonMobil (XOM) dan Chevron (CVX), yang bahkan model bisnisnya dibangun untuk tahan terhadap minyak mentah murah, masing-masing sahamnya anjlok 12%. Perusahaan-perusahaan eksplorasi dan produksi musnah, seperti Pioneer Natural Resources (PXD) turun 37% dan hutang-occidental Petroleum (OXY) kehilangan 52%.

Sampai akhir pekan kemarin, Arah Saudi memutuskan memperjuangkan pasangsa pasar sebesar terhitung April sebesar $ 6 menjadi $ 8 dan berjanji untuk secara dramatis meningkatkan produksi, persis kebalikan dari apa yang dibutuhkan.

Saudi Aramco berencana memompa 12,3 juta barel per hari pada April. Tidak hanya 27% di atas level saat ini, tetapi akan melebihi kapasitas maksimum perusahaan hingga 300.000 barel. Dengan kata lain, Aramco akan habis-habisan.

Selama bertahun-tahun, Rusia telah bergabung dengan OPEC dalam memotong produksi untuk meletakkan harga di bawah harga minyak. Namun setiap pemotongan produksi memaksa Rusia untuk menyerahkan pangsa pasar ke industri energi Amerika yang sedang booming yang tentunya sangat memicu kemarahan para eksekutif minyak Rusia.



Sumber: Detik.com