Tepatkah Stimulus Ekonomi Ditengah Wabah Covid-19?


Jakarta - Pemerintah kembali menerbitkan insentif jilid II dalam rangka menunjang perekonomian dalam negeri yang tengah dihimpit wabah virus corona. Insentif tersebut yakni penundaan pemungutan pajak selama enam bulan untuk pajak penghasilan (PPh) pasal 21, 22, dan 25. Pemerintah juga memberikan relaksasi bea masuk impor industri.

Menurut Kepala Ekonom Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri, langkah pemerintah sudah cukup tepat untuk menjaga ekonomi. Namun, ada yang perlu ditambahkan.

Yose menuturkan, dalam kondisi saat ini tingkat konsumsi dalam negeri akan tertekan. Padahal, porsi konsumsi terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 56%. Untuk itu, pemerintah perlu menggenjot daya beli masyarakat salah satunya penanggungan atau pengurangan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

"Sebenarnya beberapa tindakan itu sudah cukup tepat. Tetapi menurut saya bisa ditambah. Yang pertama, fiskal ini kan PPh dikurangi. Kalau menurut saya untuk meningkatkan konsumsi itu bukan PPh. Porsinya terhadap pertumbuhan konsumsi itu kecil efeknya. Yang lebih besar sebenarnya PPN," kata Yose dilansir detikcom, Sabtu (14/3/2020).

Ia menuturkan, insentif untuk PPN ini akan meningkatka daya beli masyarakat di tengah perlambatan ekonomi akibat corona.

"Jadi turunkan PPN. Dan ini yang dilakukan pada tahun 2009 kemarin sebenarnya, sudah pernah dilakukan untuk meningkatkan demand. Dan cukup berhasil sebenarnya, permintaan dalam negeri, karena orang beli barang dengan harga 10% lebih murah, itu terasa langsung dalam konsumsi mereka. Dan ini bisa meningkatkan simulasi ekonomi lebih lanjut," papar Yose.

Ia mengakui, dalam pengurangan PPN ini tentunya pemerintah akan kehilangan penerimaan pajak yang cukup besar. Namun, hal tersebut perlu diambil di tengah kondisi ekstrem ini.

"Tapi saya pikir dalam kondisi sekarang kita jangan terlalu fokus pada pengendalian fiskal. Ini masalah krisis yang memang kita masih belum tahu, krisis yang datangnya bukan dari krisis finansial yang memerlukan kehati-an dalam fiskal. Kalau krisis finansial mungkin ada yang namanya langkah hati-hati. Tapi kalau kondisi sekarang mungkin nggak perlu hati-hati di dalam finansial," tegasnya.

Bahkan, ia juga menyarankan pemerintah membuka batas defisit APBN. Ia menuturkan, pemerintah sebaiknya melebarkan batas defisit APBN selama 5 tahun menjadi 3%. Sehingga, di tahun 2020 pemerintah bisa menambahkan utang jika dibutuhkan dalam penanganan corona.

"Mengubah batas defisit yang sekarang ini kan 3%, diubah menjadi rata-rata 5 tahun 3% gitu misalkan. Sehingga tahun ini lagi dibutuhkan jadi 3,5% juga boleh, asalkan tahun-tahun berikutnya atau tahun sebelumnya itu kurang dari 3%.Jadi butuh extreme measures kalau memang kondisinya dibutuhkan. Jadi jangan takut-takut lagilah pesan saya kepada pemerintah kalau dalam bidang ekonomi," imbuh dia.

Terakhir, ia juga meminta pemerintah tak hanya fokus terhadap stimulus untuk mencegah dampak corona terhadap perekonomian.

"Walau bagaimana pun tindakan kesehatan adalah yang paling utama. Jangan karena tujuan ekonomi aksi-aksi kesehatan malah dikurangi. Salah satunya transparansi dan informasi mengenai kondisi yang ada sekarang ini, itu juga diperlukan tentunya untuk langkah-langkah antisipatif," pungkas Yose.





Sumber: Detik.com