Inflasi Rendah, Bukti Daya Beli Lesu?

Foto: Shutterstock


Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan terjadi inflasi sebesar 0,08% selama April 2020. Laju inflasi ini lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 0,10%. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya pun jauh lebih rendah.

Kepala BPS Suhariyanto mengungkapkan laju inflasi di April tahun ini tidak biasa. Sebab, menjelang bulan puasa seharusnya angka inflasi melonjak tinggi.
"Bisa dilihat pergerakan inflasi ini tidak biasa jika dibandingkan pola sebelumnya. Ketika masuk bulan Ramadhan inflasinya meningkat, tapi tahun ini melambat dari Maret 0,10% dan sekarang 0,08%," kata dia dalam paparannya via video conference, Jakarta, Senin (4/5/2020).

Suhariyanto menduga, pergerakan inflasi yang lambat ini turut dipengaruhi rendahnya konsumsi masyarakat di tengah pandemi viru Corona saat ini.

"Pattern ini tidak biasa, biasanya Ramadhan dan Idul Fitri meningkat, tapi tahun ini karena situasi tidak biasa akibat COVID jadi berubah. Jadi 0,08% inflasi ini melambat," beber Suhariyanto.

Dia menyebut, rendahnya inflasi ini menunjukkan dua hal, pertama stabilitas harga terjaga dan yang kedua dikarenakan daya beli rumah tangga melemah.

Jika dilihat menurut komponen, inflasi inti sebesar 0,17% dengan andil 0,11%, sedangkan inflasi harga yang diatur pemerintah atau administered price deflasi 0,14% dan volatile food juga deflasi 0,09%.

Untuk inflasi inti, pria yang akrab disapa Kecuk ini menyebut mengalami perlambatan dibandingkan bulan sebelumnya dan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Perlu diketahui, inflasi inti bisa menjadi indikasi daya beli masyarakat.

Menurut dia perlambatan ini bisa disebabkan terjaganya pasokan bahan pangan dan harga yang stabil.
"Tapi di sisi lain kemungkinan besar karena adanya penurunan permintaan barang dan jasa dari masyarakat karena penurunan aktivitas sosial akibat implementasi PSBB di berbagai wilayah. Satu lagi perlu dicermati, karena turun inflasi inti, tunjukkan ada pelemahan dari daya beli rumah tangga," ungkapnya.

Inflasi sebesar 0,08% di April 2020, membuat angka inflasi tahun dari Januari-April sebesar 0,84%, dan inflasi dari tahun ke tahun (YoY) sebesar 2,67%.
Penyebab utama inflasi di April tahun ini adalah kenaikan harga emas dan perhiasan, bawang merah, dan gula pasir. Suhariyanto bilang mengatakan dari 11 kelompok pengeluaran inflasi tertinggi terjadi di perawatan pribadi dan jasa lainnya yakni sebesar 1,20% dengan andil 0,06%.

Dia bilang dari 11 kelompok pengeluaran ini hanya dua kelompok yang mengalami deflasi yaitu transportasi, dengan kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan. Angka deflasinya masing-masing 0,42% dan 0,34%.

Sedangkan sembilan kelompok sisanya mengalami inflasi, seperti kelompok makanan, minuman, dan tembakau terjadi inflasi 0,09% dengan andil 0,02%. Komoditas yang berdampak besar adalah kenaikan harga bawang merah, gula pasir, minyak goreng, rokok kretek filter, dan rokok filter putih.

Masih di sektor ini, terdapat juga yang menyebabkan deflasi yaitu cabai merai, daging ayam ras, serta bawang putih yang harganya sudah menurun.

"Jadi untuk kelompok makanan, minuman, dan tembakau, inflasi rendah 0,09% dan andil 0,02% dengan pergerakan barang yang sudah saya sampaikan," jelasnya.
Sedangkan kelompok pengeluaran lainnya seperti pakaian dan alas kaki tidak memberikan sumbangan ke inflasi dan deflasi alias stabil. Kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar rumah tangga mengalami inflasi 0,09% dengan andil 0,02%.

Selanjutnya kelompok rekreasi, komunikasi, dan budaya, lalu kelompok pendidikan terjadi inflasi, namun tidak memberikan andil kepada inflasi. Sedangkan kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran terjadi inflasi 0,18% dengan andil 0,02%.




Sumber: Detik.com